Selasa, 08 Januari 2013

Kucari Kau di Jalan Gejayan

Mataku terus menatap keluar jendela. Mengamati kendaraan yang ikut lalu lalang. Suara bising, karbondioksida yang beterbangan, seakan sudah melekat pada jalanan kota. Pejalan kaki berseliweran di sana sini. Menapaki trotoar, atau kadang aspal. Dan di sinilah aku. Di Jalan Gejayan. Dekat sekali dengan hunianmu. Ada bersitan rasa bahagia karena pada akhirnya, sampai juga aku di sini meski dengan butiran keringat yang menghiasi pelipis dan jidat.

Kubuka pintu dan turun. Harapan untuk dapat menghirup udara segar sirna seiring lampu hijau yang menyala. Karena dengan tanda itu, maka para pengemudi akan tancap gas dan mengeluarkan asap dari knalpot kendaraan mereka, lalu perlahan menghilang dari tangkapan mata. Mulutku tak sedikitpun mengeluarkan suara. Hanya mataku yang terus menerus menatap jalanan, berharap ada sosokmu dengan motor GL-PRO dan helm NHK putih kesayanganmu. Namun sampai lelah aku menatap, kau tetap tak ada.

Jangan tertawa. Karena aku hanya berbicara fakta. Kenyataan yang demikian adanya. Seperti sudah menjadi ritual pribadiku bila kaki atau roda kendaraanku melintas di jalan ini. Mencarimu. Terdengar konyol memang. Tapi SEKALI LAGI, itulah fakta. Aku tidak berdusta. Tak bosan-bosannya aku meneliti meski sangat kecil kemungkinan untuk menemukanmu di antara ratusan bahkan ribuan kendaraan dan manusia.
Aku mendesah. Kubuka pintu dan masuk. Siap untuk tujuan selanjutnya. Ketika mesin sudah hidup dan roda mulai berputar, mataku tak lepas dari jalan. Baik di sisi kanan maupun kiriku. Kupandangi lagi satu-persatu, kadang juga bebarengan. Aku sempat menajamkan pandangan ketika ada motor GL-PRO yang melintas. Sedetik kemudian, desahan napas kecewa keluar dari hidung. Itu bukan dirimu.

Mobil berhenti. Aku mengambil tasku dan turun. Kemudian menyeberangi jalan dan masuk ke toko bercat merah itu. Belasan kamera SLR terpampang di balik kaca etalase. Dan tak ada satupun yang menarik perhatianku. Mataku terus menatap jalan. Membiarkan mereka yang mengajakku ke tempat ini sibuk beradu argumentasi tentang keunggulan dan kelemahan masing-masing produk.

Menit-menit berlalu, mereka melangkahkan kaki, keluar dari toko itu. Pancaran sinar mata terimakasih ditujukan pada si pemilik toko. Aku mengikuti langkah-langkah mereka. Tanpa berkomentar sedikitpun. Jarak 200 meter termakan langkah dan kami sama-sama berhenti di sebuah toko (lagi). Sama seperti tadi, tak satupun kamera yang cantik atau menarik. Tentu saja, karena tujuanku ikut bukan untuk mencari kamera. Aku mencarimu. KAMU. Meski aku tahu kemungkinan untuk menemukanmu sangat kecil. Kuulangi lagi, SANGAT KECIL.

Pertanyaannya, mengapa aku menghabiskan waktu untuk memaksa mata menelisik Jalan Gejayan, meter demi meter? Mengapa aku tak ikut beradu argumentasi saja dengan mereka? Setidaknya itu sedikit lebih bermanfaat, bukan?

Entahlah. Aku juga tak kunjung mengerti mengenai semua ini.

Pada akhirnya, dengan iringan desah napas berat dan kekecewaan yang tak mampu digambarkan dengan kata-kata, aku kembali ke mobil. Menutup pintu dengan wajah datar. Tak ada lagi harapan melihatmu yang tersisa.

Aku pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar