Sabtu, 12 Januari 2013

AKU atau DIA #end

Cerita sebelumnya AKU atau DIA #3

Aku mengambil ponsel.
                To          : Tasya
                       Arvi
       Subject       : gw tunggu lo di atap hotel Ambar jm 4 sore
Senyumku mengembang.
Aku siap.
***
                “Dira?” Arvi muncul dengan wajah bingung. “Dira? Ada apa sayang? Kenapa sms kayak gitu?”
Aku tak menjawab. Mataku masih melihat kendaraan-kendaraan di bawah sana.
                “Sayang? Denger ak...,” kalimat Arvi terputus ketika dia mendengar suara langkah di belakangnya. Dia menengok. Tidak denganku. Meski begitu, bisa kutebak wajahnya pasti memasang tampang kaget.
                “Tasya? Lo..lo ngapain ke sini?”
Tasya tampak tersentak begitu tahu siapa pria yang membelakanginya. Dia gelagapan. Telunjuknya mengarah padaku. Arvi menatapku. Wajahnya terlihat bingung. Sangat bingung.
                “Gue yang nyuruh Tasya ke sini,” kataku mengalihkan pandangan pada mereka.
                “Ha? Mau lo apa sih, Dir? Lo punya urusan apa sama Tasya?” tiba-tiba nada Arvi mengeras. Ia tampak emosi. Aku tersenyum simpul.
                “Gue? Cuma pengen tanya aja kok,” sahutku santai.
                “Soal,.. soal apa Dir?” gantian suara Tasya yang tertangkap oleh telingaku. Aku sempat melirik Tasya. Wajahnya pucat. Mungkin tegang. Mungkin juga takut.
                “Arvian Satyantara,” aku menyebut nama lengkap Arvi. Kuamati wajahnya. Mataku menangkap raut ketakutan yang berusaha disamarkan dengan tatapan sinis. “Gue udah tau hubungan lo sama Tasya,” lanjutku. Kulihat mata Arvi melotot, dan Tasya semakin pucat pasi.
                “Bah! Tau apa lo?” Arvi menantangku.
                “Perlu gue paparin semuanya? Perlu gue ceritain lagi waktu lo sama Tas...,”
                “Enggak Dir, enggak, lo..lo langsung tanya aja,” Tasya terbata-bata. Aku tertawa penuh kemenangan.
                “Oke,” kataku sambil menaikkan kaki kiri ke atas paralon yang mengelilingi atap gedung itu. “Arvi,” panggilku. Yang punya nama mengangkat dagu dan menatapku dengan wajah sombong yang dibuat-buat. “Lo pilih gue ̶ “ aku melirik Tasya. “atau Tasya?”
Arvi tampak tersentak. Tasya juga kaget. Seperti tak menyangka pertanyaan itu akan terlontar dari mulutku. Aku menatap keduanya bergantian.
                “Gue,.. gue..,” Arvi menunduk lama, mulutnya terkunci.
Cukup lama keheningan menyelimuti kami sampai aku angkat bicara lagi.
                “Tasya,” panggilku. Tasya menatapku takut-takut. “Lo sayang sama Arvi kan?” tanyaku. Tasya menunduk. “Jawab jujur aja, nggak papa,” yang ditanya mendongak lalu mengangguk pelan.
                “Bagus,” ujarku. “Biar gue aja yang pilihin,”
Arvi menatapku bingung.
                “Maksud lo, Dir?”
                “Lo sama Tasya aja. Bahagiain dia.”
Arvi melongo.
                “Sya, ambil Arvi, dia buat lo,”
Tasya hanya diam, menunduk tanpa berani menatapku.
                “Terus lo?” Tanya Arvi.
                “Gue? Gue mau pergi,” jawabku acuh tak acuh.
                “Pergi? Maksud lo? Lo mau kemana?”
Aku menatap langit.
                “Gue mau pergi ke dunia yang mungkin lebih baik buat gue. Lo baik-baik sama Tasya ya, jaga dia.” Aku mengambil jeda sejenak. “Bye,” kulambaikan tangan. Lompat dari gedung itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar