Aku mengambil ponsel.
To :
Tasya
Arvi
Arvi
Subject : gw tunggu lo di atap hotel Ambar jm 4
sore
Senyumku mengembang.
Aku siap.
***
“Dira?”
Arvi muncul dengan wajah bingung. “Dira? Ada apa sayang? Kenapa sms kayak
gitu?”
Aku tak menjawab. Mataku masih melihat kendaraan-kendaraan
di bawah sana.
“Sayang?
Denger ak...,” kalimat Arvi terputus ketika dia mendengar suara langkah di
belakangnya. Dia menengok. Tidak denganku. Meski begitu, bisa kutebak wajahnya
pasti memasang tampang kaget.
“Tasya?
Lo..lo ngapain ke sini?”
Tasya tampak tersentak begitu tahu siapa pria yang
membelakanginya. Dia gelagapan. Telunjuknya mengarah padaku. Arvi menatapku.
Wajahnya terlihat bingung. Sangat bingung.
“Gue
yang nyuruh Tasya ke sini,” kataku mengalihkan pandangan pada mereka.
“Ha?
Mau lo apa sih, Dir? Lo punya urusan apa sama Tasya?” tiba-tiba nada Arvi
mengeras. Ia tampak emosi. Aku tersenyum simpul.
“Gue?
Cuma pengen tanya aja kok,” sahutku santai.
“Soal,..
soal apa Dir?” gantian suara Tasya yang tertangkap oleh telingaku. Aku sempat
melirik Tasya. Wajahnya pucat. Mungkin tegang. Mungkin juga takut.
“Arvian
Satyantara,” aku menyebut nama lengkap Arvi. Kuamati wajahnya. Mataku menangkap
raut ketakutan yang berusaha disamarkan dengan tatapan sinis. “Gue udah tau
hubungan lo sama Tasya,” lanjutku. Kulihat mata Arvi melotot, dan Tasya semakin
pucat pasi.
“Bah!
Tau apa lo?” Arvi menantangku.
“Perlu
gue paparin semuanya? Perlu gue ceritain lagi waktu lo sama Tas...,”
“Enggak
Dir, enggak, lo..lo langsung tanya aja,” Tasya terbata-bata. Aku tertawa penuh
kemenangan.
“Oke,”
kataku sambil menaikkan kaki kiri ke atas paralon yang mengelilingi atap gedung
itu. “Arvi,” panggilku. Yang punya nama mengangkat dagu dan menatapku dengan
wajah sombong yang dibuat-buat. “Lo pilih gue ̶ “ aku melirik Tasya. “atau Tasya?”
Arvi tampak tersentak. Tasya juga kaget. Seperti tak menyangka
pertanyaan itu akan terlontar dari mulutku. Aku menatap keduanya bergantian.
“Gue,..
gue..,” Arvi menunduk lama, mulutnya terkunci.
Cukup lama keheningan menyelimuti kami sampai aku angkat bicara
lagi.
“Tasya,”
panggilku. Tasya menatapku takut-takut. “Lo sayang sama Arvi kan?” tanyaku. Tasya
menunduk. “Jawab jujur aja, nggak papa,” yang ditanya mendongak lalu mengangguk
pelan.
“Bagus,”
ujarku. “Biar gue aja yang pilihin,”
Arvi menatapku bingung.
“Maksud lo,
Dir?”
“Lo sama
Tasya aja. Bahagiain dia.”
Arvi melongo.
“Sya, ambil
Arvi, dia buat lo,”
Tasya hanya diam, menunduk tanpa berani menatapku.
“Terus lo?”
Tanya Arvi.
“Gue? Gue mau
pergi,” jawabku acuh tak acuh.
“Pergi?
Maksud lo? Lo mau kemana?”
Aku menatap langit.
“Gue mau
pergi ke dunia yang mungkin lebih baik buat gue. Lo baik-baik sama Tasya ya,
jaga dia.” Aku mengambil jeda sejenak. “Bye,” kulambaikan tangan. Lompat dari gedung
itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar