Sabtu, 18 Mei 2013

Aku Rindu


Sudah 196 hari berlalu, dan kamu masih saja tersimpan di otakku. Masih ada cinta yang kupertahankan dalam hati ini, dan aku berjanji untuk tidak memberikannya kepada siapapun kecuali kamu. Aku selalu memikirkanmu. Setiap malam, setiap bintang bersinar dan bulan terang benderang, aku menggenggam bayangmu erat dan tak pernah punya pikiran untuk melepaskannya. Aku masih sering mencumbui bayanganmu. Hanya bayanganmu. Karena sebatas itulah kemampuanku.

Semula kukira aku hanya butuh beberapa hari untuk bisa melupakanmu. Tapi ternyata tidak. Semua meleset jauh dari apa yang sempat kuperkirakan. Hari-hari yang berlalu tanpa dirimu seakan menggerogoti nyawaku. Setelah yang disebut indah itu bergeser posisi menjadi masalalu, aku baru benar-benar sadar akan berartinya dirimu.

Kamu adalah yang terindah. Dan akan selalu begitu. Tidak pernah kusesali apa yang sudah terjadi. Namun bila aku punya kesempatan untuk bisa menikmati masa-masa bersamamu lagi, aku ingin waktu melemparkan jangkarnya di sana dan tidak pernah menariknya kembali. Aku selalu ingin bersamamu. Aku ingin membiarkan dunia berlalu dan mataku tetap terpaku pada sosokmu. Hanya kamu. Bukan yang lain.
Aku seperti seorang anak kecil yang punya mimpi lebih tinggi dari tempat bintang-bintang. Aku tahu apa yang kuimpikan bukan hanya perlu perjuangan, tapi juga perlu mukjizat. Mustahil rasanya semua jadi kenyataan seindah yang bisa dibayangkan. Tapi aku tidak peduli. Aku senang melakukannya. Aku senang tenggelam dalam kenangan bersama bayanganmu meski aku tahu masa itu (mungkin) tidak akan terjadi lagi.

Sudah terlalu banyak hal terjadi dalam hidupku, tentunya tanpa sepengetahuanmu. Sudah ada hati yang menawarkan diri untuk mengisi kekosongan ini. Namun keindahannya tak mungkin menyamai keindahan yang kau punya apalagi menggantikannya. Masih kamu yang terindah, sayang. Dan aku berharap semua itu takkan berubah.

Aku ingin kamu datang. Meski maksud kedatanganmu hanya seperti kilat yang mengiringi hujan. Aku ingin memelukmu, sekali lagi. Aku ingin menggenggam jemarimu lebih erat. Aku ingin menatap jernihnya bola matamu. Aku ingin melihat senyum dan tawamu karenaku lagi. Aku ingin bernapas bersamamu. Aku ingin merapal namamu dalam do’aku. Aku ingin ada bahagiamu di setiap detak jantungku. Aku ingin melakukannya sampai Sang Waktu menyerah. Sampai ia berhenti berjalan dan membiarkan kita bersama. 

Selamanya.

Rabu, 08 Mei 2013

Tetap Jadilah Masalalu Meski Aku Rindu


Aku sudah berjuang sangat keras untuk bisa melupakanmu. Aku sudah memeras tenaga untuk bisa menepis bayangmu. Aku sudah menahan hatiku agar tidak tenggelam dalam kerinduan akan sosokmu. Berusaha kuabaikan kenangan-kenangan kita dulu. Berusaha tak kuindahkan senyum dan tawamu yang selalu berputar-putar di otakku.

Aku berhasil.
Aku mulai terbiasa dengan sisi jiwaku yang sendirian. Aku mulai kerasan dengan duniaku yang tanpa dirimu. Tapi ternyata, semua itu tak berlangsung lama.

Tiba-tiba aku merasa ada satu lubang di hatiku. Kucoba untuk membiarkan keberadaannya. Lagi-lagi, itu perbuatan yang salah. Lubang itu semakin besar. Semakin berkuasa. Semakin menggerogoti hatiku.  Menyerobot jalan cintaku. Menutup mata hatiku.

Seakan tak mampu bergerak sesuai kemampuanku, seakan semua gerakanku dikendalikan oleh lubang itu, aku membiarkan kepalaku menoleh ke arahmu lagi. Aku mengikhlaskan mataku menangkap siluetmu lagi. Matamu. Hidungmu. Bibirmu. Masih terpahat indah. Masih menimbulkan rindu yang menggamit resah.
Tanganku terangkat sebelum aku mampu menahan diri. Ia seperti punya pikiran sendiri. Kakiku berderap sebelum aku sempat menyadari. Ia seperti punya keinginan sendiri. Aku berlari. Berusaha menggapai sosokmu dengan jemariku yang kian melemah. Kamu terlihat semakin jauh. Tapi titik awal ini aku sungguh tidak peduli. Aku terus berlari. Tapi pada satu titik, ketika lelah mulai berjangkit di seluruh tubuh, aku menyadari aku tidak mungkin bisa menggapaimu lagi.

Sejenak, aku berhenti. Terengah-engah. Kehilangan arah.
Terhuyung-huyung aku jatuh terduduk. Mulai gelisah. Mulai resah. Mulai gundah. Tak lagi kudapatkan bayanganmu berdiri di satu arah. Kamu menghilang. Tanpa bekas.

Rindu mulai menggebu. Sekeliling gelap menambah galau hatiku. Aku merana. Aku putus asa. Tapi aku yakin itu semua tak mampu menyeretmu pulang.

Hari ini aku disadarkan kenyataan. Kamu adalah masalalu. Dan disanalah kamu harus berada. Disanalah kamu harus tinggal. Disana aku bisa menemukanmu. Tapi bukan menemukan untuk didapatkan. Bukan menemukan untuk mengusir kerinduan. Bukan menemukan untuk dijadikan masa depan.

Selasa, 07 Mei 2013

Aku Tidak Berharap


Kado? Tidak. Ucapan selamat? Tidak. Kedatangan manusia istimewa? Juga tidak. Tidak. Tidak ada angan. Tidak ada keinginan. Tidak ada harapan.

Aku sudah malas berharap. Aku tidak peduli orang berkata hidup tanpa harapan adalah kematian. Aku tidak peduli! Omong kosong! Sok suci! Nyatanya banyak manusia bisa hidup tanpa punya sekeping harapanpun dalam benaknya. Nyatanya juga, banyak manusia yang putus nyawa akibat terlalu berharap. 

Apa gunanya berharap? Tidak ada! Yang punya hidup kan Tuhan, bukan kita. Jalan hidup diatur Tuhan, bukan disusun pikiran kita. Semua kejadian dirancangkan Tuhan, bukan dibuat berdasarkan kesenangan kita. Kurasa lebih baik menjalani kehidupan nyata dengan sebaik mungkin daripada berlama-lama  tenggelam dalam angan yang memabukkan dan bisa membawa pada kematian.

Juga adanya hari ini, aku tidak benar-benar memikirkannya. Hari Selasa. Tanggal 7 Mei. Apa bedanya dengan hari-hari sebelumnya? Apa hanya karena umurku bertambah satu tahun, lalu hari ini bisa disebut istimewa? Ah, tidak. Itu pikiranku beberapa tahun silam. Dan sudah tak kupercayai lagi sekarang.

Semua manusia rasanya bertanya hal apa yang kuinginkan saat ini. Bertubi-tubi. Seperti memaksa. Meminta sebuah jawaban. Dan aku harus memutar otak lebih cepat untuk menjawabnya. Hal? Yang kuinginkan? Tidak ada. Bagiku sudah lebih dari cukup bisa hidup sampai limabelas tahun. Sudah lebih dari cukup boleh bernapas gratis selama limabelas tahun, boleh punya teman-teman yang baik, keluarga yang perhatian. Apalagi yang kuinginkan? Hidup lebih baik, jelas. Tapi diluar itu aku sungguh pusing mau menjawab apa.
Baiklah, memang tidak ada yang salah dengan harapan. Semua manusia bisa terus hidup dengan harapan selama yang diharapkan adalah hal yang masuk akal. Sayangnya harapanku banyak yang tidak masuk akal! Aku hanya tidak ingin terbunuh dengan harapan-harapan yang tidak masuk akal itu.

Sudahlah, aku tidak ingin menggores luka di hatiku sendiri. Aku tidak berharap. Tapi bukan berarti aku hidup tanpa satupun harapan.