Cerita sebelumnya: Tentang 'dia' #2
—One last time, I need to be the one who takes
you home.
“Jadi, apa salah ketika kamu suka dia,
padahal kamu sudah ada yang punya?”
Aku cuma diam.
“Kurasa tidak,” jawabnya lirih setelah
tujuh belas detik berlalu. “suka itu masalah hati—“
“Tidak selalu.” Potongku cepat. “Kalau kamu
cuma bicara masalah suka atau tidak, itu campuran antara otak dan hati.”
“Apapun katamu saja,” ia menepiskan tangan.
“yang jelas, itu masalah subjektif, kamu tidak bisa memaksa hati untuk suka
dia, atau siapapun itu, dan soal hatimu sudah ada yang punya atau belum pun tak
jadi masalah.”
“Lalu?” aku menaikkan alis. Masih belum
paham soal apa yang dibicarakannya, siapa manusianya, dan apa tujuannya.
Dia menarik napas panjang, memandang
langit-langit kamarku beberapa saat, dan mulai bercerita.
***
Aku
bertemu dia pada suatu senja. Senja yang tidak istimewa, begitu pula sosoknya
kala pertama. Aku cuma sempat mengerling sejenak, sekadar memastikan ada
manusia di sampingku. Dan sudut mataku menemukan dia. Sosoknya kurus tinggi,
wajah lonjong, hidung mancung, bibir tipis dengan warna kulit sawo matang,
seperti kebanyakan pria. Sungguh, dia biasa saja. Tak pernah sekalipun aku
berpikir bakal punya rasa bahkan mulai percaya untuk titip hati. Lagipula, aku
sudah punya kekasih. Tapi sekali lagi, manusia takkan mampu mengendalikan apa
yang disebut rasa, hati. Maka, aku membiarkan semua ini berlalu.
Entah
bagaimana ceritanya, kurasa sudah jalannya kami dipertemukan lagi. Pikiranku
mulai menyerempet hal-hal yang sedikit tidak masuk akal, dan aku mulai
memperhatikan dia. Tingkahnya lucu, dia usil dan pembawaannya santai, juga
menyenangkan. Aku mulai terpaku, senyum mulai tersungging tanpa kutahu. Aku
merasa ada sesuatu yang bangkit, rasa yang lama mati, kini membuka mata dan
siap terbangun, hidup lagi, mencari mangsa. Lantas kutepis bayangan itu
cepat-cepat. Aku tak ingin satu detik membuatku terlambat.
Tapi
Sang Waktu benar-benar hebat. Dibuatnya aku kalah, telak.
Kutatap
langit-langit kamarku, sendu mataku menyapu, dan aku tahu, aku telah terjebak
rindu. Tapi bagaimana bisa? Aku seketika merasa berdosa. Berdosa karena tak
mampu mengendalikan hati ini, dan menghalangi rasa yang memang harusnya tak
ada.
Airmataku
meleleh pelan-pelan. Jantungku serasa tertohok, dan sesak menyerang. Aku
memekik memanggil Tuhan. ‘Tuhan, Tuhan!’
Tolong aku. Rasaku tak lagi sama. Hatiku tertambat pada manusia yang bukan
semestinya.
Aku
mulai gila. Logikaku gagal bekerja. Tapi kutahu, hati sudah ambil kendali atas
seluruh organ dan pancaindera. Mulai kucari segala sesuatu yang sekiranya
bersangkutan dengan dia. Apapun itu. Aku mestinya sadar kalau bakal ada
kemungkinan dia ada yang punya, karena akupun begitu. Namun, hasrat ini
menggebu, tak mau tahu.
Dan
halaman semu yang terpapar dari monitorku diutus, untuk membuatku sadar, aku
dan dia tidak ditakdirkan bersama.
Hatinya
sudah ada yang memiliki. Sungguh. Astaga, bagaimana mungkin aku bisa terima?!
Aku
mematung beberapa saat sebelum akhirnya kemampuan menguasai diri bisa
kuterapkan dengan benar. Airmata jatuh satu-satu. Tapi aku merasa bahagia. Aku
merasa tenang dan lega, karena bisa menikmati apa yang menjadi bagianku. Apa
yang harus kucukupkan buat diriku sendiri. Apa yang harus kusyukuri sudah
kudapat dan kurasakan selama ini.
Aku
membisikkan sesuatu padanya. Kukirim bersama hembusan angin dan karbondioksida
yang keluar dari mulutku. ’Biarkan aku mengantarmu pulang untuk terakhir
kalinya. Biarkan aku memastikan kamu aman dan baik-baik saja. Setelah itu, aku
bakal kembali ke tempat harusnya aku berada. Aku berjanji. Bakal kutarik lembut
hatiku, lalu pulang. Sekalipun aku telah kalah, senyumku mengembang, langkahku
mantap dan lebar. Aku ikhlas, karena tak perlu aku tertatih dan berdarah-darah.’
‘Untuk kamu, jangan lupa bahagia, ya.’
***
And I know, and I know, and I know
She gives you everything
But, boy, I couldn’t give it to you
And I know, and I know, and I know
That you got everything
But, I got nothing here without you
So, one last time
I need to be the one who takes you home
One more time, I promises, after that I’ll let you go
***
Terimakasih untuk lagu yang
mengispirasi, Ariana Grande!