Kamis, 23 Juli 2015

Tentang 'dia' #3

Cerita sebelumnya: Tentang 'dia' #2
—One last time, I need to  be the one who takes you home.
“Jadi, apa salah ketika kamu suka dia, padahal kamu sudah ada yang punya?”
Aku cuma diam.
“Kurasa tidak,” jawabnya lirih setelah tujuh belas detik berlalu. “suka itu masalah hati—“
“Tidak selalu.” Potongku cepat. “Kalau kamu cuma bicara masalah suka atau tidak, itu campuran antara otak dan hati.”
“Apapun katamu saja,” ia menepiskan tangan. “yang jelas, itu masalah subjektif, kamu tidak bisa memaksa hati untuk suka dia, atau siapapun itu, dan soal hatimu sudah ada yang punya atau belum pun tak jadi masalah.”
“Lalu?” aku menaikkan alis. Masih belum paham soal apa yang dibicarakannya, siapa manusianya, dan apa tujuannya.
Dia menarik napas panjang, memandang langit-langit kamarku beberapa saat, dan mulai bercerita.
***
Aku bertemu dia pada suatu senja. Senja yang tidak istimewa, begitu pula sosoknya kala pertama. Aku cuma sempat mengerling sejenak, sekadar memastikan ada manusia di sampingku. Dan sudut mataku menemukan dia. Sosoknya kurus tinggi, wajah lonjong, hidung mancung, bibir tipis dengan warna kulit sawo matang, seperti kebanyakan pria. Sungguh, dia biasa saja. Tak pernah sekalipun aku berpikir bakal punya rasa bahkan mulai percaya untuk titip hati. Lagipula, aku sudah punya kekasih. Tapi sekali lagi, manusia takkan mampu mengendalikan apa yang disebut rasa, hati. Maka, aku membiarkan semua ini berlalu.
Entah bagaimana ceritanya, kurasa sudah jalannya kami dipertemukan lagi. Pikiranku mulai menyerempet hal-hal yang sedikit tidak masuk akal, dan aku mulai memperhatikan dia. Tingkahnya lucu, dia usil dan pembawaannya santai, juga menyenangkan. Aku mulai terpaku, senyum mulai tersungging tanpa kutahu. Aku merasa ada sesuatu yang bangkit, rasa yang lama mati, kini membuka mata dan siap terbangun, hidup lagi, mencari mangsa. Lantas kutepis bayangan itu cepat-cepat. Aku tak ingin satu detik membuatku terlambat.
Tapi Sang Waktu benar-benar hebat. Dibuatnya aku kalah, telak.
Kutatap langit-langit kamarku, sendu mataku menyapu, dan aku tahu, aku telah terjebak rindu. Tapi bagaimana bisa? Aku seketika merasa berdosa. Berdosa karena tak mampu mengendalikan hati ini, dan menghalangi rasa yang memang harusnya tak ada.
Airmataku meleleh pelan-pelan. Jantungku serasa tertohok, dan sesak menyerang. Aku memekik memanggil Tuhan. ‘Tuhan, Tuhan!’ Tolong aku. Rasaku tak lagi sama. Hatiku tertambat pada manusia yang bukan semestinya.
Aku mulai gila. Logikaku gagal bekerja. Tapi kutahu, hati sudah ambil kendali atas seluruh organ dan pancaindera. Mulai kucari segala sesuatu yang sekiranya bersangkutan dengan dia. Apapun itu. Aku mestinya sadar kalau bakal ada kemungkinan dia ada yang punya, karena akupun begitu. Namun, hasrat ini menggebu, tak mau tahu.
Dan halaman semu yang terpapar dari monitorku diutus, untuk membuatku sadar, aku dan dia tidak ditakdirkan bersama.
Hatinya sudah ada yang memiliki. Sungguh. Astaga, bagaimana mungkin aku bisa terima?!
Aku mematung beberapa saat sebelum akhirnya kemampuan menguasai diri bisa kuterapkan dengan benar. Airmata jatuh satu-satu. Tapi aku merasa bahagia. Aku merasa tenang dan lega, karena bisa menikmati apa yang menjadi bagianku. Apa yang harus kucukupkan buat diriku sendiri. Apa yang harus kusyukuri sudah kudapat dan kurasakan selama ini.
Aku membisikkan sesuatu padanya. Kukirim bersama hembusan angin dan karbondioksida yang keluar dari mulutku. ’Biarkan aku mengantarmu pulang untuk terakhir kalinya. Biarkan aku memastikan kamu aman dan baik-baik saja. Setelah itu, aku bakal kembali ke tempat harusnya aku berada. Aku berjanji. Bakal kutarik lembut hatiku, lalu pulang. Sekalipun aku telah kalah, senyumku mengembang, langkahku mantap dan lebar. Aku ikhlas, karena tak perlu aku tertatih dan berdarah-darah.’
‘Untuk kamu, jangan lupa bahagia, ya.’
***
And I know, and I know, and I know
She gives you everything
But, boy, I couldn’t give it to you
And I know, and I know, and I know
That you got everything
But, I got nothing here without you
So, one last time
I need to be the one who takes you home
One more time, I promises, after that I’ll let you go
***


Terimakasih untuk lagu yang mengispirasi, Ariana Grande!