18
September 2013
Aku
menulis ini ketika waktu berjalan sampai pada satu hari yang istimewa untuk
manusia yang juga istimewa. Satu hari, yang pada dua tahun lalu menjadi hari
yang akan selalu kamu ingat. Ketika teman-temanmu merayakan bertambahnya usiamu
di suatu tempat yang pernah kita kunjungi bersama. Di waktu panas. Siang hari
bolong. Begitu jauh dari hunianku. Dan kita kesana tanpa sepengetahuan
orangtuaku. Haha. Aku masih ingat benar tentang hari ‘kita’ itu, hingga aku ingin
semua itu kembali dalam genggamanku; entah kamu.
Aku
menulis ini ketika hari ini, satu tahun lalu, aku berusaha tidak tidur sampai
tengah malam hanya demi mengirimimu pesan singkat. Demi tiga-empat kata
sederhana yang ketika mengirimkannya, aku punya misi menciptakan selengkung
senyum di bibirmu. Tapi itu gagal (total). Aku mendapati sikap datarmu datang
sebagai balasan ucapanku. Kecewa? Jelas jadi rasa nomor satu setelah melihat
ekspresimu. Tapi aku berusaha berpikiran positif. Mencoba bertahan, mencoba
menebak-nebak sesuatu yang logis yang mungkin jadi alasan raut datarmu.
Aku
menulis ini ketika waktu semakin mendekati tanggal kelahiranmu, dan aku masih
pusing memikirkan kado untukmu. Berkali-kali aku melirik dompet, menghitung
rupiah demi rupiah yang kumiliki, sembari memeras otak, berharap tercetus ide
membeli suatu barang untukmu. Lama aku menimbang-nimbang, lalu aku mengambil
keputusan: kubatalkan acara memilih dan membeli kado. Aku mengubur semua barang
yang kutulis di daftar otak. Aku mengurungkan niat memutari distro, atau butik,
atau apalah itu namanya.
Ada
banyak alasan mengapa aku mengambil keputusan itu. Aku sadar diri kok. Aku
paham kamu jelas mampu mendapatkan jauh lebih kece dari apa yang bisa kubeli
untukmu. Sepatu, tas, pakaian ber-merk
sudah biasa jadi pendamping hari-harimu. Aku tahu betul soal itu. Maka, aku
tidak ingin memberimu sesuatu yang hanya sekadar berharga, tapi tidak bermakna.
Kurasa percuma aku mengeluarkan ratusan ribu rupiah demi suatu barang, kalau
aku memberikannya tanpa misi khusus; hanya sekadar membuatmu senang sesaat. Aku
ingin memberikan sesuatu yang tidak terpikirkan oleh orang lain. Aku ingin
memberikan sesuatu yang bermakna. Berarti. Berharga dari segi misi dan hati.
Berharga dari rupiah takkan ada gunanya jika tanpa harga dari misi, bukan?
Dan,
inilah kado dariku. Selembar kertas bergambar bunga lili, lambang Malaikat
Agung Gabriel, malaikat agung pelindungmu, malaikat agung yang namanya jadi
kepala namamu. Aku juga sadar diri soal ini. Kadoku murah. Kalau dihitung pasti
tidak sampai sepuluh ribu rupiah. Mana yang masuk kategori kece dari selembar
kertas gambar berwarna putih, goresan karbon dibantu penghapus atau penggaris?
Tidak ada apa-apanya dibanding semua barang ber-merk-mu. Tapi lewat kado ini, aku ingin menyampaikan doaku untuk
bertambah satunya usiamu.
Semoga,
dengan datangnya hari ini, dengan bertambahnya usiamu, bertambah pula segala
sisi baik darimu, sisi baik yang membuatku mati-matian mempertahankan hati ini
demi kamu. Dan semoga, sebagai pengiring semua itu, berkurang segala sisi
burukmu, yang kadang membuatku mengelus dada, menarik napas dalam-dalam, dan
mohon pada Tuhan supaya kesabaranku diperpanjang lagi.
Aku
ingin, setiap kali matamu memindai goresan ini, kamu ingat tentang Malaikat
Gabriel. Kamu ingat tentang kesetiaannya kepada Tuhan. Tentang sifat-sikap
agungnya. Dan kamu akan belajar dari dia. Kamu akan belajar punya kepribadian
seperti malaikat. Tak usah jauh-jauh, tak perlu juga kamu jadi malaikat
sungguhan. Jadilah malaikat untuk manusia-manusia yang kamu kenal. Untuk mereka
yang menyayangimu dan kamu sayangi. Untuk mereka yang memperjuangkan kamu
dengan keras. Untuk mereka, yang setiap hari membawa pribadimu, sosokmu,
namamu, kamu, dalam doa dan airmata.
Sekali
lagi, selamat ulang tahun :”)