Minggu, 09 November 2014

Percakapan dengan masalalu

+ : mengapa kita dipertemukan kalau akhirnya hanya berpisah?
- : mengapa kamu masih bernapas padahal kamu tahu bakal mati?
+ : karena aku bernapas tanpa kuatur. Sejak aku lahir, aku sudah seperti ini.
- : dan cinta ada jauh sebelum kamu lahir. Karena kamu takkan lahir tanpa cinta dari Tuhan dan orang tuamu.
+ : tapi mengapa aku tak dapat cinta dari seseorang yang kuharapkan?
- : siapa? Dia tak mencintaimu sama sekali?
+ : dia pernah mencintaiku. Tapi aku salah sudah mengatainya ketika aku terpancing emosi. Dan kini dia pergi. Dan adakah kamu tahu? Hal yang paling menyakitkan adalah ketika orang yang paling kita cinta pergi meninggalkan kita hanya karena kesalahan kecil yang kita buat. Maaf telah terucap berkali-kali. Tapi kurasa, itu takkan membuat dia kembali.
- : oh, ya? Kamu mengatakannya seperti seseorang yang terluka.
+ : memang aku terluka.
- : mengapa? Itu kan salahmu.
+ : memang itu salahku. Tapi tak bisakah aku mendapat satu kesempatan lagi? Setiap manusia punya dosa, bukan?
- : dan dari dosa itu, pasti ada yang mampu kamu hindari, bukan? Manusia tidak buta soal apa yang baik dan jahat. Hanya saja mereka kurang teliti, dan tak mau berkaca pada diri sendiri.
+ : yang mereka butuhkan hanya kesempatan!
- : kamu pikir semudah itu mendatangkan kesempatan? Kesempatan hanya datang satu kali untuk kasus dan kejadian yang sama.
+ : aku tahu. Tapi bukankah Tuhan begitu murah hati? Ia mau memberi kita waktu untuk belajar kembali.
- : tapi mestinya kamu tak segegabah itu. Kamu telah membuat luka. Dan sekalipun kamu telah mengucap maaf, bukan berarti segalanya dapat kembali.
+ : begitukah? Jadi kamu juga takkan kembali?
- : tidak. Apa itu mengganggumu?
+ : sangat.
- : mengapa? Bukankah banyak orang lain diluar sana?
+ : aku mengharapkan kamu, bukan yang lain.
- : berarti kamu bodoh karena memaksa hatimu untuk terus merasakan sakit. Padahal dia bakal cepat sembuh. Tapi kamu menolak kesembuhan itu.
+ : apa artinya sembuh kalau aku tetap hidup tanpamu?
- : ayolah, jangan begitu. Masih banyak yang jauh lebih baik dariku. Kamu mengatakannya seakan dunia cuma punya satu wanita. Jangan egois.
+ : aku tidak egois. Aku menuruti hatiku.
- : bagaimana bila ada orang yang mati-matian memperjuangkanmu? Bagaimana bila dia melakukan apapun hanya untuk membuatmu tertawa? Apa kamu akan tetap mengabaikan dia?
+ : aku akan tetap mengabaikannya. Kecuali dia adalah kamu.
- : dia takkan mungkin jadi aku, karena aku takkan mungkin pula kembali hanya untuk memperjuangkanmu.
+ : mengapa kamu takkan kembali?
- : karena rasaku tak lagi sama. Dan kamulah yang membuatnya jadi demikian.
+ : aku kan sudah minta maaf. Ayolah, masa kamu tidak pernah punya pikiran untuk kembali? Sebegitu mudahnya kamu melupakan cinta kita?
- : aku tidak melupakannya. Aku menyesalinya. Seandainya kamu tidak mengataiku. Seandainya kamu mampu mengontrol hatimu, segalanya takkan berbalik jadi menyakitkan begini.
+ : lalu kamu menyerah? Kamu mundur? Hanya dengan alasan kamu telah sampai pada rasa sakit itu?
- : sudah kubilang, segalanya tak lagi sama. Aku bisa saja sabar, tapi kalau kamu membawaku pada ujung tanduk itu, maka aku bakal bisa jatuh, pecah. Dan rasa yang pecah takkan mungkin jadi utuh kembali. Kecuali kamu bisa memutar waktu.
+ : begitu?
- : ya.
+ : tidak bisakah kita mulai dari awal?
- : tidak. Mengapa kamu tidak mencari wanita lain saja? Kupastikan mereka bakal lebih baik dan lebih sabar menghadapi kamu.
+ : aku tidak peduli. Cuma kamu yang kamu mau. Tidakkah kamu ingat? Setiap kali ada pertengkaran hebat diantara kita, dan akhirnya kita putus atau berpisah sejenak, bukankah aku tetap saja sendiri? menurutmu mengapa aku begitu?
- : aku tidak tahu. Memangnya mengapa?
+ : karena kamu adalah pilihanku. Aku bisa saja mencari orang lain. Tapi aku takkan melakukannya. Karena kamu yang kumau. Bukan orang lain. Dan aku akan tetap bertahan disini sampai kamu kembali. Sampai kapanpun itu, aku tetap disini. Sekalipun kamu bahagia dengan orang lain, sekalipun aku telah terhapus dari otakmu, sekalipun rasamu padaku telah hancur, sekalipun hatimu telah tertutup, aku tetap disini. Aku selalu disini. Menunggu kamu kembali. Meski harus sampai kutemui maut agar kita bisa bersatu, aku tak peduli.
- : tidakkah itu keputusan yang menyakitkan buatmu?
+ : ya. Tapi aku telah memutuskannya. Dan aku akan bertahan, meski kamu tidak. Nah, sekarang tinggal keputusanmu. Apapun itu, aku terima. Pergilah, jika kamu berniat pergi. Aku akan selalu disini, menunggu kamu kembali. Karena aku percaya, sejauh apapun kaki melangkah, ia akan tetap kembali ke rumah.

Sabtu, 08 November 2014

Bermuda

“Berhentilah jadi dirimu sendiri, karena ada seseorang yang makin tak mampu keluar dari rasa sukanya, padamu.”

Hai. Untuk kali kedua.

Jarak mulai mempersempit tubuhnya, dan kini bentangan kesempatan terpampang jelas di depan mata. Sedekat itu kamu sekarang. Mestinya aku senang. Tapi bukan itu yang kurasakan. Aku justru benci pada keadaan ini. Benci berada dalam jarak sedekat ini. Benci bisa melihat kamu sebegitu jelas, tanpa perlu bantuan kacamata atau sejenisnya. Andaikata jiwamu sedang berkelana sendirian, mungkin tak sebegini tertekannya aku. Tapi keadaan tak mau toleransi tentang perkara itu. Layaknya supernova, aku kini sekarat.

Dan disinilah kita. Berdiri sejajar dengan analogi Bermuda. Aku, kamu dan kekasihmu. Terjebak dalam potongan kisah yang sama. Bertahan dalam dunia masing-masing kita. Seperti gas methan dan pusaran air yang mampu melenyapkan pesawat dan kapal, begitulah pesonamu, menarik sayapku kuat, menjebakku dalam ketidakberdayaan. Lalu, kekasihmu akan bertindak seperti medan graviti terbalik yang akan mengacaukan kompas dan alat navigasiku, agar aku makin terjebak dalam putaran rasa yang makin lama makin menyiksa.

Rasa yang tercetak dalam bidang segitiga ini membuatku kehabisan banyak oksigen untuk tetap bertahan dalam kesadaran. Kesadaran bahwa jabatanku hanya sebatas teman. Kesadaran bahwa kedekatan kita hanya berdasar suatu alasan. Kesadaran bahwa kamu dan dia adalah alasan perih ini ada dan menjalar, berjalan persis runutan kekaguman akan kamu. Dan ketika kamu telah mendapat apa yang kamu perlu, kamu bakal pergi. Itu sudah pasti. Mestinya aku bisa mengendalikan diri dan menahan perasaan ini. Tapi hal-hal sederhana yang kamu lakukan, tingkah konyolmu karena keingintahuan sukses membawaku terbang. Aku tahu akan takkan sanggup. Sayapku takkan mampu bertahan. Aku butuh jalan untuk kembali pulang.

Jadilah orang lain. Jadilah siapapun yang bakal membuatku menjaga jarak ini. Karena sosokmu telah menjelma jadi lebih dari sekadar bayangan terang yang selalu ingin kuketahui.

Atau,

Jatuhkan aku, sekarang. Biarkan aku pulang. Karena kesiapanku tak bertahan lama.

Sabtu, 01 November 2014

Bodoh dan Pergi

Hai.

Aku baru saja selesai menyapamu setelah sekian lama waktu membentang memisahkan kita. Dan yang kutahu kini, kamu sudah bersama dengan wanita lain. Mataku sontak mengabur, pandangan gelap, dan hati telah masuk perangkap. Duri. Pedang. Pisau. Serta rasa sakit yang teramat hingga tak mampu aku melukiskan pun mengungkapkan. Sembilan puluh detik telah berlalu, hatiku semakin gelap, dan sakit ini semakin jelas menancap. Aku tahu apa yang kurasakan. Aku tahu bagaimana pedih perih ini menjalar hingga ke partikel terkecil tubuh. Aku merasa lelah. Hati ini seakan bersimbah darah.

Maafkan aku tak mampu menulis sepuitis dan serapi biasanya. Yang kutahu hanya perih dan perih. Pedih dan pedih. Kamu……dan wanita lain. Tak ada yang memberitahuku sebelumnya. Kini aku datang, dan segalanya jadi lebih dari sekadar terlambat. Sang Waktu takkan kembali, kisah indah itu takkan terulang lagi. Kamu resmi membuka hati untuk yang kini kaucintai. Tinggal kebodohanku yang membuat rasa ini masih tertambat padamu, tanpa kusadari.

Aku jatuh cinta, pada pandangan entah keberapa. Aku jatuh cinta, tepat ketika kamu memilih pergi. Dan kini, siapa perlu disalahkan?

Aku tak perlu orang lain untuk membantuku keluar dari pusaran kematian ini. Mereka takkan punya waktu dan hati untuk bisa mengerti, memahami, apalagi ikut peduli. Cukuplah aku sendiri yang merasakan. Aku. Aku. Dan Tuhan. Tuhan yang telah mengijinkan perih ini terjadi, agar aku menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

Aku tahu kini, seperti apa hati masalalumu ketika dia tahu aku dekat denganmu, kala itu. Sekarang aku hanya perlu diam, dan mengemut pelan-pelan pedang ini. Merasakan ketajamannya menggores lidah, membelah kerongkongan, menusuk lambung, memporak-porandakan usus. Luka. Remuk. Luluh lantak.

Dan sekalipun aku tak tahu pasti apa status wanita itu di hatimu, juga sebaliknya, aku tetap paham segalanya telah berubah. Kamu telah pergi. Lalu dia datang. Selanjutnya hatimu tertambat. Kamu terikat. Dan semakin jauh. Tinggal aku yang berusaha terbiasa dengan bayangmu, dengan kamu yang tak nyata lagi.

Selamat tinggal kamu. Bahagialah bersama wanitamu kini. Berjanjilah menjaganya, seperti aku yang diam-diam menjaga hati ini. Untuk kamu. Untuk kita. Pada saat yang takkan kembali. Pada kesempatan yang takkan terulang lagi.

Aku berjanji akan melupakanmu. Tunggulah waktunya, sayang. Dan andai kamu sempat, tengoklah tempatku berdiri. Dan dapati aku masih disini. Demi hatimu. Jiwamu. Kamu. Dan semoga, kita.

Rabu, 01 Oktober 2014

Bersama Pedang

Tak ada hal yang hanya memuat kebaikan atau keburukan. Unsur-unsur kimia yang begitu kecil jelas memiliki elektron dan proton, dengan tanda masing-masing negatif dan positif. Tak mungkin sesuatu yang ada di dunia ini bertahan bila ia hanya memiliki satu sisi sikap saja. Dalam film manusia tahu, proyeknya takkan berhasil bila jalan cerita hanya memuat bahagia, dari awal sampai akhir. Begitu sebaliknya. Tuhan adalah Mahaadil, dan Ia sudah mempertimbangkan bagaimana seharusnya semesta dan segala isinya ada. Namun seringkali manusia mengeluh, kala bahagia mulai mengambil jarak darinya. Padahal dengan cara itu, Tuhan ingin manusia tahu, betapa berartinya ketika ciptaan-Nya yang sempurna itu bisa mengecap bahagia. Hidup adalah satu paket rasa yang menyatu dalam pembuluh nadi hingga kapiler juga semua sel tanpa perlu injeksi rutin.

Dan disinilah kita.

Kupastikan kamu sudah banyak mengenal manusia dengan tabiat yang baik. Mereka yang setia menemanimu dalam kondisi apapun. Mereka yang sedia telinganya kamu jejali dengan cerita drama Queenmu. Mereka yang rela waktunya terbuang demi kamu, demi bahagiamu. Tak patut kamu selalu tenggelam dalam kebahagiaan. Setiap dongeng butuh penjahat klasik yang bagus. Kamu membutuhkan si antagonis, atau kamu tak ada artinya.

Untuk itulah aku ada.

Mungkin ada hal yang lebih baik kuperjelas, untuk mengubah pola pikir banyak manusia yang dari kecil sudah diisi dengan teori yang salah. Setiap tokoh hadir dengan cinta mereka masing-masing. Setiap manusia tercipta dengan cara mencinta mereka masing-masing. Jangan pernah lagi kamu menyangka para antagonis hanya memiliki hati dengan tumpukan kejahatan. Tidak. Mereka tokoh, mereka manusia. Dan mereka mencinta. Dengan tawa dan bahagia tersembunyi rapi di balik pedang dan belati. Di balik panah-panah yang terlepas dengan selubung benci. Ada cinta, ada tawa, ada bahagia.

Kamu akan paham betapa berartinya peranku disini, setelah aku pergi. Selalu seperti itu. Kujamin kamu akan merindukan punya teman bermulut manis dengan hati busuk seperti aku. Kupastikan kamu akan menanyakan keberadaanku, seseorang yang setia mendengarkan ceritamu seolah peduli, padahal hanya butuh dengar untuk akhirnya disebar. Kamu akan rindu tawa sinis, tatapan bengis, dan misi sadis yang selama ini kulakukan. Kamu akan kalang kabut mencari karena manusia yang membuatmu kuat selama ini bakal angkat kaki. Kamu kembali bersama kawan-kawanmu, yang baik namun membosankan, membuat kamu seakan merasa sendiri.

Percayalah, akan tiba saatnya kamu rindu, karena segalanya jelas perlahan bergeser jadi masalalu.

Aku mencintaimu dengan pedangku. Dengan tusukan di belakangmu, aku menyayangimu. Aku membuatmu kuat dengan rasa sakit itu, karena dunia tak selalu menyediakan apa yang kamu minta. Ia tak selalu melayanimu, karena ada banyak hati yang minta dikasihani. Aku membuatmu siap, karena ada hal tak terduga diluar sana yang bakal menyerangmu. Jangan lupa berterimakasih atas cintaku. Karena aku melakukannya dengan cara yang mungkin jarang kamu temui pada siapapun.

Tanamkan pada pikiranmu. Kuingatkan sekali lagi, sebelum aku tiba-tiba harus pergi.

Dari tempat yang tak kau ketahui di belakangmu,
Dari rasa sakit yang menembus lewat belakang jiwamu,
Dari tawa yang mengiringi kekalahanmu,
Ada,

Aku.

Senin, 22 September 2014

Bajak Laut

Halo, Tuan Bajak Laut. Aku minta ijin menuliskan namamu dalam siratan pada gambaran kertas ini. Perkenalkan, aku adalah seseorang yang diam-diam memperhatikanmu, diam-diam salah tingkah ketika mataku tanpa sengaja bertemu matamu, juga diam-diam menyukaimu. Kamu boleh mengataiku pengecut tentang kediam-diamanku. Tapi buatku, mempertahankan segala sesuatunya yang berhubungan dengan hati ini dan kamu dalam kategori “diam-diam” adalah hal yang sulit namun harus dipertahankan. Aku hanya tak ingin kehilangan kesempatan kecilku.

Selalu ada alasan ketika seseorang memutuskan nama panggilan kesayangan. Begitu pula aku. Kuputuskan memanggilmu Tuan Bajak Laut, karena ada kebiasaan kecilmu yang tiba-tiba membuka ingatanku tentang Kapten Hook, bajak laut pada film Peterpan. Tapi tolong jangan salah sangka, kamu tidak sejahat yang digambarkan pada kartun itu. Dan aku tak memanggilmu Bajak Laut dengan mengatasnamakan sikapmu. Tidak. Kamu terlalu baik.

Panggilanmu kuambil dari dongeng, seperti kita, aku, kamu, dan rasa yang tak perlu kauketahui ini seakan hanya dongeng. Kemustahilan tingkat tinggi untuk bisa disinkronkan dengan realita. Kamu berdiri disana, dalam tahta bersama permaisurimu. Wanita yang begitu cantik, dan kamu, entah harus kugambarkan ketampananmu dengan cara apa.

Aku hanyalah satu dari sekian banyak manusia biasa yang menyisakan sepotong hati untukmu. Aku menyukaimu, mengagumimu. Namun tetap, kamu tak perlu tahu. Kupastikan keluarga kerajaanmu adalah manusia-manusia yang siap sedia dengan pedang dan belatinya. Mereka akan menarik pedang itu dan menghunusnya tanpa ampun untuk manusia biasa yang tak tahu diri. Hingga nekat mendekatimu. Berusaha merusak cintamu untuk Sang Permaisuri. Aku hanya tak ingin merasakan pedang itu. Bukan karena aku belum pernah merasakan sebelumnya, justru karena aku terlalu sering sampai begitu terbiasanya.

Aku pernah punya teman. Dan ia begitu bodoh sampai berani memberimu kode rasa. Hingga detik ini aku tak paham cara pikirnya. Bagaimana ia bisa melakukannya seakan dunia kalian sama. Sungguh kamu peka. Dan aku masih bisa mengingat kalimat kemuakan yang terpaksa kamu lontarkan. Dari situ aku sadar, kita lebih dari sekadar berbeda. Baiklah, kita mungkin diijinkan ada dalam sepotong kisah yang sama. Tapi dunia kita takkan menyatu. Dan hal yang paling menyakitkan adalah berada dalam kisah yang sama dengan dunia yang berbeda. Bersamamu, disana, jauh, dan tak mungkin.

Jangan pernah lihat, Tuan Bajak Laut. Cukuplah merasakan. Karena aku tenggelam dalam lusinan manusia dengan hati dan rasa yang sama akan kamu. Tetaplah peka, karena hati dan rasa ini masih tersisa.

Dari seseorang
yang kehilangan sejarah
dan akal sehatnya,
hingga menyukaimu.

Kamis, 28 Agustus 2014

Sedih adalah ketika...

Sedih adalah ketika kamu harus melakukan sesuatu yang nggak kamu sukai, dan gaboleh melakukan sesuatu yg kamu sukai.
Sedih adalah ketika kamu melakukan segala sesuatu dg terpaksa. semua butuh hati mennnn
Sedih adalah ketika kamu suka sama orang, tapi orang itu udah punya pacar.
Sedih adalah ketika kamu suka sama orang, tapi keadaan nggak memungkinkan kamu untuk ungkapin perasaanmu.
Sedih adalah ketika kamu harus melepas orang yang kamu sayangi.
Sedih adalah ketika orang yang kamu harapkan adalah orang yg bahagia saat kamu dicampakkan.
Sedih adalah ketika orang yang kamu sayangi adalah orang yang tertawa saat kamu sakit hati.
Sedih adalah ketika orang datang hanya untuk menambah beban.
Sedih adalah ketika kamu lagi capek, dan masalah itu dateng terus.
Sedih adalah ketika kamu berusaha ada saat orang lain sedih, tapi mereka nggak pernah ada saat kamu sedih.
Sedih adalah ketika sahabatmu jadian sama orang yg kamu suka.
Sedih adalah ketika ada orang datang ke kamu, dan setelah dia berhasil bikin kamu jatuh cinta, dia pergi.
Sedih adalah ketika kamu dijanjiin macam-macam, tapi ternyata janji tinggal janji.
Sedih adalah ketika kamu berusaha peka sama orang, tapi orang itu nggak peka sama kamu.
Sedih adalah ketika kamu dibikin kagol.
Sedih adalah ketika kamu berusaha senyum meski sakit, tapi orang itu taunya kamu lagi seneng, terus kamu dikhianatin.
Sedih adalah ketika kamu udah janjian sama orang mau pergi, segalanya udah siap, dan di hari H, orang itu ngabarin kamu kalo ternyata dia gabisa.
Sedih adalah ketika kamu harus putus karena ga direstuin orangtua.

Sedih adalah ketika kamu berusaha menutupi kejelekan orang, tapi di belakangmu, orang itu ngomongin semua kejelekanmu.

Sabtu, 16 Agustus 2014

Kepada Kamu

Dengan rasa yang tak kukenal lagi,

Aku masih ingat
Gerimis malam itu
Aku melongokkan kepala dari pintu
Lalu kulihat kamu bersama teman-temanmu
Disana
Di tempat yang tak jauh dari ruangku berdiri
Sejenak aku memandangmu
Tapi tak kurasa apapun waktu itu

Aku masih ingat
Temanku pernah membawa secarik kertas bertuliskan nama dan nomor ponselmu
Lalu aku berteriak histeris
Dia pun lari, dan aku mengejarnya
Hanya demi mendapatkan kertas itu
Lalu menempelkannya pada alas ujianku
Agar aku selalu mengingat kamu
Tiap kali aku memakai alas itu

Aku masih ingat
Hari Paskah itu kamu mengucapkan selamat padaku
Sekalipun lewat sosial media yang begitu umum
Tapi kamu perlu tahu
Aku sempat ingin meledak ketika membuka dan membacanya

Aku masih ingat
Saat aku berulang tahun
Kamu jadi satu dari mereka yang rela menyempatkan diri mengucapiku
Dan dari situlah segalanya dimulai
Kamu mulai rajin datang
Mengucapkan selamat pagi
Dan berharap aku punya hari yang menyenangkan untuk dibagikan bersamamu
Lalu topik bahasan kita melebar dan mulai tak terbatas
Kita mulai bicara soal rasa dan hati
Dan bagaimana cara mengatasi kesendirian ini
Aku mulai nyaman bersamamu
Mulai kecanduan dengan segala ucapan manismu
Mulai percaya dengan kamu yang selalu menyempatkan waktu untuk menghubungiku
Kamu mulai jadi penting
Manusia yang mewarnai hariku

Aku masih ingat
Ketika kamu menjemputku
Dan kita pergi
Berdua
Melewati jalanan kota
Merasakan angin bersama
Diterpa hujan
Lalu mampir makan
Sampai kamu mengantar aku pulang

Aku masih ingat
Ketika kamu mulai berubah, entah mengapa
Kamu mulai sering hilang
Berjam-jam
Kamu membiarkan aku menunggu dengan harap-harap cemas
Mengenggap ponsel
Dengan kecamuk pikiran akan kamu
Lalu tiba-tiba kamu muncul
Kamu meminta maaf telah membuatku menunggu
Tapi ternyata, maaf tinggal maaf
Kamu ulangi kesalahan yang sama
Berkali-kali
Membuatku jenuh dan muak dengan segala maaf palsumu

Aku masih ingat
Ketika kita ditambah satu lagi manusia
Sudah berencana pergi bersama
Aku sudah mendapat ijin dari orang tuaku
Aku senang sekali
Tak sabar menunggu hari itu tiba
Dan ketika hari itu benar-benar datang
Tiba-tiba kamu bilang, kamu tidak bisa ikut
Aku tidak bisa mengungkapkan perasaanku
Entah, aku begitu marah
Tapi kamu tetap saja hilang

Akhirnya
Aku mencoba melepasmu
Pelan-pelan merelakan kamu terhapus
Tapi bukan berarti aku tak pernah mengharapmu datang lagi

Lalu selang beberapa hari, kamu benar-benar datang
Tapi aku sudah terlanjur kecewa
Kamu bukan kamu yang kukenal dulu
Entah aku sudah kehilangan kamu
Dan kamu pun memilih pergi.

Tak apa.
Aku rela,
Aku rela.

Rabu, 09 Juli 2014

I will miss my Bernadeta's Day

Hai.

Ini mungkin tulisan paling absurd, gajelas, bisa jadi juga konyol yang pernah gue buat dan akhirnya nampang pula di blog. Beneran nyimpang dari gaya-gaya tulisan gue yang (kata orang-orang sih) puitis gitu. Selalu berakhir dengan vokal yang sama. Kalimat panjang membingungkan. Dan selalu juga ngomongin rasa sakit. Entah sakit dikhianati, ato sakit nusuk diri sendiri. But, it’s okay, sometimes orang perlu jadi gila biar bisa disebut dan dianggap manusia. Haha. Ngomong apasih ya gue ini.

Gatau juga sih ini tulisan temanya apa. Yang jelas ga ada cinta-cintaan di sini. Karena gue baru putus cinta (so what) dan nggak minat nulis soal ati, sementara ini. Sedih sih, tapi apa pentingnya coba ya dibahas terus. Move on dong! Itu yang paling sering temen gue celetukin ke gue, sampe panas ni kuping kalo perlu. Nah, berdasar saran mereka yang singkat padat jelas tapi susah itu, gue mencoba move on. Asli nih, gapake paksaan sampe disumpah serapahin (apasih ya) hahaha. Okay, lupakan deh ya. Lagian tadi gue bilang kali ini tulisan sesuka gue, no ati, no cinta. Tanpa aturan, ga perlu puitis, yang penting gilanya keluar! Peduli amat orang bilang huehehe.

Oiya, gue naik kelas sebelas loh. Cepet banget ye, perasaan juga kemaren lagi akrab-akrabnya sama si biru-putih, belum lama juga kenalan sama si putih-abu-abu. Eee sekarang udah kelas sebelas aja. Gatau ini waktunya emang ngebut atau gue yang kebanyakan ngebo. Warna-warni kelas sepuluh gue sudah berakhir. Yakin deh, belum apa-apa udah kangen aja gue sama itu kelas. Kangen juga sama lantainya yang enam hari dalam seminggu gue injek-injek. Sama kursi yang jadi tempat parkir pantat gue selama pelajaran, sambil ngantuk-ngantuk dengerin gurunya entah nyerocos apaan hahaha. Kangen sama meja gue yang gue ciumin kalo tidur di kelas, gue orek-orek, gue kenain lem, gunting, penggaris, tip-ex, cutter juga. Kangen sama tembok yang gue pukulin, gue sandarin, gue tempelin pipi juga pernah loh hahaha. LOL. Sama semuanya deh, sampe AC, kipas angin, LCD proyektor, papan tulis, spidol sama penghapusnya juga boleh.

Selain barang-barang kecil, setengah kecil, setengah besar, sampe yang besar, yang ada di kelas, yang kadang dipandang sebelah mata dan sering dibacotin anak-anak emosi (padal mereka ga salah apa-apa) gue juga bakal kangen sama pelajaran yang ga bakal gue dapetin lagi di kelas sebelas ini. Iya, seriusan. Jadi ceritanya, menjelang UKK alias Ujian/Ulangan Kenaikan Kelas, sekolah ngasih kita-kita ini semacam angket gitu. Gatau sih ya namanya angket ato ada nama yang bener. Pokoknya itu, gue pastiin kalian tau maksut gue apaan. Nah, isinya soal suruh milih antara dua mapel. Pokoknya kelas gue suruh milih mau mapel Geografi ato Sastra Inggris. Asli dah, itu kertas selembar bikin gue galau seharian sampe nyaris gabisa tidur juga, tapi akhirnya gue ketidur juga sih hahaha. Pokoknya nyiksa lah! Entah, gue cembetuuuuut aja seharian. Bingung mau pilih yang mana. Dua-duanya asik buat gue. Gue nyambung, menikmati, enjoy lah. Pokoknya gue suka semua. Tapi gaboleh nyabet semua! Dih gue sebel sama temen-temen gue yang tanpa puyeng langsung milih. Gue minta saran ke siapa-siapa. Mulai dari bokap-nyokap, sampe semut juga gue tanyain. Kalo keluarga sih nyaraninnya Sastra Inggris karena Sastra Inggris jelas lebih universal, kalo temen-temen diluar sekolah nyaranin Geografi, dengan alasan anti mainstream! Si semut-semut entah nyaranin gue apaan, karena suara mereka terlampau keras jadinya gue malah ga denger. Alamakkkk…

Detik-detik menjelang pengumpulan itu kertas itu apa namanya, dengan amat sangat berat hati, gue memilih Sastra Inggris. Merelakan diri pisah sama Geografi. Dan plis, sakitnya tuh disiniii *nunjuk perut karena maag gue kambuh*. Okelah, itu kertas itu apa namanya dikumpulkan. Dan gue menyesaaaaaaal sejadi-jadinya, apalagi pas terima rapor, karena disono, nilai Geografi gue lebih tinggi dibanding Sastra Inggris! O iya, gue juga gabakal ngerasain gimana diajarin sama Pak Puji. The best teacher ever! Dia ngajar Geo kelas sebelas! Okesip.

Baiklah, pada akhirnya sampai juga gue di masa-masa liburan, istirahat sejenaklah, bikin tenteram si otak, kesian suruh mikir terus. Dan liburan ini gue kagak kemandos-mandos dengan alasan persiapan buat acara ulang tahun gereja yang ke-80. Dateng boleh lho, acaranya besok minggu tanggal 13 Juli 2014 jam 08.00 pagi yes. Cari tau sendiri dimandosnye hahaha. Terus liburan ini karena ngadem doang dirumah, melayang-layang juga pikiran gue. Terus gue keinget deh, kelas sepuluh ini saking dihapalinnya gue sama guru Geografi, Mr. Jon (tersayang huhahahaha) gue dikatain anaknye. Dan entah kok ya bisa-bisanya pelajaran Geografi selalu jatuh di hari Kamis. Mau pelajaran diacak kayak gimandos juga tetep di Kamis. Selalu Kamis. Sampe akhirnya, sekelas memutuskan bahwa Kamis bukan lagi Kamis, tapi Bernadeta’s Day. Karena ada pelajaran Geografi itu tadi. Jujur aja, pas mereka pada nyorakin gue dengan hal-hal yang berhubungan dengan Geo, entah pelajarannya, entah gurunya, gue sebel berat. Jadi males mau jawab pertanyaan, ato mau usul apa kek. Asli gue sebel. Panas kuping denger mereka sorak-sorak kayak lagi suporteran gitu. Rasanya pengin cepet-cepet naik kelas, terus entah gimana caranya pokoknya menghindar dari sorakan-sorakan itu. Ah ya, namanya juga manusia, masih bocah lagi, se gue, ketika harapan udah mulai tercapai, malah pengin balik lagi, terus sembunyi.

Bener kata orang, kita bakal ngerasa kalo (orang, hal, tempat) itu bakal berharga, bakal indah, ketika kita tau, kita gabakal lagi ketemu. Pas kesempatan kita untuk bersua dengan itu-itu masih banyak, kita justru sebel. Bisa jadi sampe ngumpat, nyumpah nyerapahin ato apalah. Tapiiiiiii ketika bakal berakhir, baru nyadar deh. Baru nyesel. Baru kangen. Dan itulah yang terjadi sama gue sekarang. Nggak ada lagi pelajaran Geografi. Nggak ada lagi acara bahas unsur-unsur tanah, ketinggian suatu daerah dan pengaruhnya terhadap suhu dan kelembaban udara, cara ngitung (lupa apanya) gempa pake Rumus Laska, mengelompokkan cuaca berdasar iklim matahari ato iklim fisis ato iklim Junghuhn, dan lain sebagainya. Asli, itu semua berharga banget, dan gue baru nyadar sekarang.

Gue juga bakalan kangen bisa sekelas sama manusia yang berharga juga buat gue. Padahal dulu kalo sekelas isinya ribuuuut melulu. Gue teriakinlah, gue abisin makanan di rumahnya, gue seret-seret, gue gandulin, semuanya, kisruh pokoknya ahaha. Dan mulai kelas sebelas ini, gue pisah sama merekaaaaa *lalu nangis* mereka menjatuhkan pilihan ke Geografi, dan dipindahlah di kelas nun jauh disono. Bukan selisih 1 kelas ato malah jejer, seperti bayangan gue. Ah.. nyesel pasti dateng telat ya, kalo di awal namanya pendaftaran! Hahahaha.

Mmmm apalagi ya. Bingung gue mau ngomong apalagi. Ya pokoknya intinya itulah. Gue kangen sama semua hal yang udah pernah mampir ato tinggal sementara di hari-hari kelas sepuluh. Dan semua sudah selesai! Mari membuka lembaran baru di kelas sebelas. Kelas baru, lima teman baru, pelajaran baru, guru-guru beberapa juga ada yang baru pastinya. Dan gue mau berterimakasih buat semuanya yang Tuhan kasih ijin ada di hidup gue. Maaf buat yang lalu, buat overacting gue, kegilaan kita, dan satu tahun kurang ini. I will miss you all! *cipok basah*