Hai.
Aku baru saja selesai menyapamu setelah sekian lama waktu
membentang memisahkan kita. Dan yang kutahu kini, kamu sudah bersama dengan
wanita lain. Mataku sontak mengabur, pandangan gelap, dan hati telah masuk
perangkap. Duri. Pedang. Pisau. Serta rasa sakit yang teramat hingga tak mampu
aku melukiskan pun mengungkapkan. Sembilan puluh detik telah berlalu, hatiku
semakin gelap, dan sakit ini semakin jelas menancap. Aku tahu apa yang
kurasakan. Aku tahu bagaimana pedih perih ini menjalar hingga ke partikel
terkecil tubuh. Aku merasa lelah. Hati ini seakan bersimbah darah.
Maafkan aku tak mampu menulis sepuitis dan serapi biasanya.
Yang kutahu hanya perih dan perih. Pedih dan pedih. Kamu……dan wanita lain. Tak
ada yang memberitahuku sebelumnya. Kini aku datang, dan segalanya jadi lebih
dari sekadar terlambat. Sang Waktu takkan kembali, kisah indah itu takkan
terulang lagi. Kamu resmi membuka hati untuk yang kini kaucintai. Tinggal
kebodohanku yang membuat rasa ini masih tertambat padamu, tanpa kusadari.
Aku jatuh cinta, pada pandangan entah keberapa. Aku jatuh
cinta, tepat ketika kamu memilih pergi. Dan kini, siapa perlu disalahkan?
Aku tak perlu orang lain untuk membantuku keluar dari
pusaran kematian ini. Mereka takkan punya waktu dan hati untuk bisa mengerti,
memahami, apalagi ikut peduli. Cukuplah aku sendiri yang merasakan. Aku. Aku.
Dan Tuhan. Tuhan yang telah mengijinkan perih ini terjadi, agar aku menjadi lebih
kuat dari sebelumnya.
Aku tahu kini, seperti apa hati masalalumu ketika dia tahu
aku dekat denganmu, kala itu. Sekarang aku hanya perlu diam, dan mengemut
pelan-pelan pedang ini. Merasakan ketajamannya menggores lidah, membelah
kerongkongan, menusuk lambung, memporak-porandakan usus. Luka. Remuk. Luluh
lantak.
Dan sekalipun aku tak tahu pasti apa status wanita itu di
hatimu, juga sebaliknya, aku tetap paham segalanya telah berubah. Kamu telah
pergi. Lalu dia datang. Selanjutnya hatimu tertambat. Kamu terikat. Dan semakin
jauh. Tinggal aku yang berusaha terbiasa dengan bayangmu, dengan kamu yang tak
nyata lagi.
Selamat tinggal kamu. Bahagialah bersama wanitamu kini. Berjanjilah
menjaganya, seperti aku yang diam-diam menjaga hati ini. Untuk kamu. Untuk
kita. Pada saat yang takkan kembali. Pada kesempatan yang takkan terulang lagi.
Aku berjanji akan melupakanmu. Tunggulah waktunya, sayang.
Dan andai kamu sempat, tengoklah tempatku berdiri. Dan dapati aku masih disini.
Demi hatimu. Jiwamu. Kamu. Dan semoga, kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar