Sabtu, 30 Maret 2013

Jangan Datang Lagi!



Sebulan terakhir ini, teman-temanmu bersikap aneh kepadaku, sayang.
Dan itu membuatku bertanya-tanya.

Awalnya aku berusaha tidak mengubris karena ulah mereka tidak begitu menarik. Aku berusaha santai, mengingat kalian adalah manusia-manusia PHP. Tapi bagaimana aku bisa bertahan dalam diam ketika sikap mereka semakin aneh? Bagaimana aku bisa terus tenang ketika sadar obrolan mereka mulai mengarah padamu?

Aku memang sudah (lumayan) lupa tentang kejadian yang dulu. Tapi bukan mustahil bila aku dipancing untuk mengingatnya lagi. Kerlingan mata mereka mulai tajam. Rayuan-rayuan mereka mulai datang. Obrolan-obrolan mereka yang menyentil sosokmu mulai memenuhi telingaku. Dan itu membuatku tidak tenang.
Lalu pikiranku mulai melayang pada siasat busukmu yang kedua. Aku mulai merasa kalian sedang mempermainkan aku lagi. Seakan berharap bisa menusuk lebih dalam, atau membuat hatiku benar-benar terbelah dan tidak mungkin sembuh. Aku mulai mengira kalian sedang menyusun rencana untuk meremukkan perasaanku. Membuatnya mati dan tak bisa hidup lagi.

Sebuah kesalahan yang teramat besar bila memang demikian yang ada dalam otak kalian. Aku sudah jera. Sudah tidak tertarik dengan hati kalian. Aku sudah muak. Sudah cukup anak panah yang kalian tancapkan di hatiku. Sudah cukup pedang yang kalian gunakan untuk membuat perasaanku berdarah. Dan seorang aku masih punya sisi waras. Sebuah sisi dimana aku tak memiliki toleransi untuk kalian, dan manusia PHP lainnya.

Jangan datang lagi, sayang. Jangan datang lagi. Jangan paksa aku marah. Jangan paksa aku menjadi pribadiku yang sebenarnya. Aku sudah lelah. Cukuplah kamu menjadi temanku. Cukuplah kita mengenal sebatas nama.

Bukankah labirin hidup kita sama sekali berbeda?

Selasa, 26 Maret 2013

Pro dan Kontra



Ada banyak manusia di sana, Arka.
Beberapa dari mereka melepaskan tatapan sinis.

Aku tidak sengaja melihat teman-temanmu siang tadi. Aku sedang asik berceloteh dengan sahabatku ketika mataku tidak tahan untuk tidak melirikmu. Maka kuarahkan pandanganku ke atas tanpa was-was atau perasaan tak enak. Aku menemukanmu di sana. Entah mengapa mataku juga menangkap teman-temanmu. Entah mengapa juga tatapan beberapa dari mereka sedikit tidak menyenangkan. Entah mengapa cibiran bibir yang terlihat itu seperti untukku. Entah mengapa senyum sinis itu juga untukku.

Segumpal asap pekat menyeruak dalam hatiku dan aku langsung merasa ada yang tidak beres. Beberapa dari teman-temanmu seperti tidak menyukaiku. Atau mungkin mereka tidak suka degan kita. Tapi, ah rasanya tidak mungkin. Tatapan sinis mereka hanya mengarah padaku dan bukan padamu.

Entahlah. Akhir-akhir ini aku sangat mudah berpikiran buruk. Aku berusaha mengindahkan mereka, namun rasa curiga itu tak mau hilang dari hatiku. Seketika aku menjadi takut kembali, Arka. Aku tidak ingin ada manusia yang bermasalah denganku (dan kita). Karena bila terjadi lagi demikian, aku akan memilih pergi, seperti yang terjadi sebelumnya.


Semoga ini hanya perasaanku.

Sabtu, 23 Maret 2013

Jangan Membuatku Muak dan Mual!



―Sehari saja, biarkan mataku melihatmu tanpa pacarmu.

Manusia kesayanganmu satu itu sudah membuatku muak. Dan sepertinya dia tidak bisa ditoleransi. Aku heran, apa dia tidak bisa tidak menemuimu barang sehari saja? Apa dia tidak bisa tidak bertanya “Pacarku mana?” barang sehari saja? Mungkin buatmu hal itu biasa, karena dia pacarmu, kamu sayang dia, dan tak ada satu hal pun yang jelek dari dia buatmu! Tapi semua itu tidak berlaku buatku. Sayangnya baik kamu atau pacarmu sama-sama tidak menyadari.

Tidak ada yang bisa kulakukan dengan frontal. Karena aku tidak punya hak untuk itu. Aku tidak punya kuasa untuk meminta pacarmu tidak menemuimu dan tidak menanyakanmu barang sehari saja. Tapi sebenarnya kalau hanya sebatas itu aku masih punya cukup hati untuk bisa maklum. Tapi ini lebih dari itu dan PARAH! Haruskah aku tetap menaruh toleransi ketika pacarmu terus menerus menanggapiku saat aku tidak ingin ditanggapi? Haruskah aku tetap memaksa hatiku untuk sabar ketika pacarmu dengan gaya sok melindungi, sok memanjakan terus mengekor dibelakangmu? Haruskah aku tetap diam ketika pacarmu selalu ikut acara kita? Haruskah aku tahan ketika pacarmu mengajakku bercanda padahal aku sama sekali tidak cocok dengan gaya bercanda pacarmu yang kasar itu?

Pacarmu memang manusia. Dan aku tahu benar kalau satu manusia dengan manusia lain sangat berbeda. Tapi, apa dia tidak bisa bersikap DEWASA seperti pacar sahabat kita yang lain? Yang tidak setiap hari apel? Sebenarnya apel setiap hari juga tidak masalah. Tapi bisa kan kalau apelnya tidak dihadapan sahabat-sahabatmu? Masa iya kamu tidak punya waktu luang yang bisa kamu gunakan untuk mengobrol ini itu dengan pacarmu? Aku rasa kalau kamu sudah berani pacaran, kamu juga berani menyisakan waktu bersama pacarmu.

Hah, entahlah. Disini yang idiot aku, kamu, pacarmu, atau kita. Yang aku tahu, aku sudah muak stadium tinggi dan aku yakin suatu saat nanti hatiku akan mencapai satu titik lelah.

Tahukah kamu? Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan, tapi pacarmu selalu ada dan menghalangi, dan aku benci kalau dia selalu ikut campur!

Selasa, 19 Maret 2013

Saya capek. Saya lelah. Saya suntuk.



―Seperti tubuh, hati dan otak juga punya titik lelah.

TPM 1 Kota Yogyakarta. Try Out  UASBN. Ujian Tengah Semester 2. Ujian Praktek. TPM 2 Kota Yogyakarta. TPM 1 Provinsi DIY. USBN. Ujian Sekolah. TPM 2 Provinsi DIY. UN.

Membaca jadwal di atas saja sudah membuat saya capek. Sebelumnya saya tidak pernah mengalami yang seperti ini. Saya rasa waktu kelas 6 SD, ujian yang saya hadapi tidak beruntun seperti sekarang ini. Memang saya sudah tidak ingat jadwal ujian yang dulu. Tapi saya masih bisa ingat kalau tubuh, hati, dan pikiran saya disiksa seperti ini.

Rasanya sulit benar mencari waktu luang pada akhir-akhir ini. Jadwal ujian yang beruntun tentu membuat saya harus belajar terus menerus. Saya tahu, seharusnya saya tidak kebanyakan mengeluh karena belajar sudah menjadi kewajiban saya. Tapi entah mengapa saya merasa tertekan dan tersiksa. Ujian-ujian yang telah terjadwal serasa menghantui setiap sudut pikiran saya. Materi-materi yang ternyata belum saya kuasai seperti mengejar-ngejar saya bak selaksa polisi mengejar satu maling.

Pada dasarnya saya suka belajar. Ada rasa cinta ilmu yang sudah larut pada setiap tetes darah saya. Meski demikian, saya tetap tidak bisa dan tidak minat belajar saat saya capek. Saya tidak bisa menguasai materi ketika mata saya kekurangan cairan. Saya tidak bisa memelototi dan memasukkan rumus ke otak ketika saya mengantuk.

Saya lelah. Saya suntuk. Sungguh. Saya ingin istirahat. Sementara di depan saya ada setumpuk tanggungjawab yang harus diselesaikan.

Minggu, 17 Maret 2013

Skenario-skenario Penyiksa



―Ternyata ada kalanya hati harus dikorbankan demi kebahagiaan manusia lain. 

Ini kali kedua saya harus mengorbankan hati saya untuk sebuah skenario gila. Sebuah rencana adegan untuk mengerjai orang yang berulang tahun. Saya harus siap dengan segala ketidaknyamanan pada rencana yang ada. Kalau ditanya, sesungguhnya saya tidak suka. Tapi apa boleh buat? Ini demi sahabat saya sendiri.
Skenario penyiksa pertama terjadi pada bulan Februari tahun ini. Kala itu, sahabat saya sendiri yang berulang tahun. Dia memang tidak punya pacar, tapi ya ada seperti kekasih hati. Yang disebut orang jaman sekarang gebetan, atau sejenisnya.

Maka untuk membuat ultah E (sahabat saya) menjadi lebih seru, R (si gebetan) dan BM (temannya si gebetan, teman sahabat saya, teman saya juga) menghampiri saya pada suatu hari. Mereka menjelaskan serinci mungkin tentang rencana yang sudah mereka susun lebih dari 50%. Dari awal, perasaan saya sudah tak enak. Dan perasaan itu semakin bertambah ketika ada rencana tambahan yang harus diselipkan. Sampai-sampai terlontar dari mulut saya sebuah kalimat protes. Sayangnya semua nada-nada muak saya tidak bisa mengubah rencana gila itu barang satu adegan saja. Tapi yasudahlah. Lagipula ini demi sahabat saya sendiri. Demi senyuman dan kebahagiaan di hari ulang tahunnya.

Dalam skenario ini, saya diharuskan berpura-pura jatuh cinta pada R, begitu juga sebaliknya. Dan saya harus menjauhi E selama lebih kurang tiga minggu. Anda tahu? Menjalani semua itu adalah sulit. Apalagi dalam dunia nyata.

Dan bila anda jadi saya kala itu, bagaimana perasaan anda ketika anda diharuskan akting jatuh cinta setengah mati pada manusia yang sama sekali tidak anda suka?
Tapi pada akhirnya, semua ditutup dengan senyuman dan tawa tanda bahagia. Dan saya sungguh bersyukur atas semua itu.

Skenario kedua, baru selesai hari Sabtu kemarin. Kali ini, saya harus mengikhlaskan Arka “dipinjam sebentar” oleh W (sahabat saya yang lainnya) untuk mengerjai A (pacar W). Disini, saya harus rela bermusuhan dengan Arka. Tidak melihatnya, tidak menganggapnya ada. Tapi setidaknya, skenario yang ini tidak sebegitu menyiksa seperti yang sebelumnya. Dan saya bersyukur mengenai hal itu.
Indah, juga menjadi penutup skenario ini. Pada akhirnya baik sutradara, aktor, aktris, klien, dan si korban sama-sama tertawa bahagia.

Yah, memang terkadang hati harus dikorbankan demi kebahagiaan manusia lain :”)