Rabu, 13 Maret 2013

Untuk Sahabat



Antara aku dan kekasihmu

Keluarga, sekolah, hobi, hubungan persahabatan, dan pacar tentu sangat menyita perhatianmu. Dengan sedikit sentuhan seni dalam mengatur waktu, kamu berusaha membagi hati dan pikiran untuk semuanya. Mungkin keadilan ingin kamu sertakan disini. Namun praktek selalu tak semudah teori.

Keluarga, sekolah, hobi dan hal-hal mengenai dirimu sendiri sudah pasti mendapat tempat khusus di hatimu. Antara sahabat dan pacar, kamu berharap bisa selalu ada untuk keduanya. Tapi tak bisa dipungkiri, seringkali hatimu merasa nyaman ketika dekat dengan pacarmu. Dan karenanya, tanpa kamu sadari, sedikit demi sedikit kamu memotong waktu bersama sahabatmu.
Sahabat, pernahkah terpikir olehmu betapa galaunya sahabatmu ketika dia menyadari waktumu baginya semakin berkurang?

Sahabatmu berusaha untuk menahan hati dan membiarkanmu menghabiskan waktu dengan pacarmu. Jauh dalam benaknya, ia ingin pada satu titik nanti, matamu terbuka dan kamu punya keinginan untuk kembali kepada sahabatmu. Meski itu butuh banyak penantian dan pengorbanan.
Namun selalu saja, apapun yang ada dalam pikiran sahabatmu sulit menjadi kenyataan. Semakin hari kamu semakin menjauh. Kamu semakin jarang berkumpul bersama sahabatmu seperti dulu. Kamu mulai menutup diri. Menjadi asing dan terlalu asing bagi sahabatmu.
Sahabat, adakah kamu merasa bahwa sahabatmu sangat merindukanmu?

Sahabatmu bukanlah manusia tanpa masalah. Dia juga memiliki dilema hidup yang terus menggerogoti hatinya tanpa mampu dikendalikan. Dulu, bebannya tak begitu berat, karena dia memilikimu. Dulu, kamu selalu ada bagi dia. Kamu selalu sedia menyendengkan telinga untuk sahabatmu, meski seringkali apa yang dikatakannya sungguh tak penting dan membuatmu muak. Kamu dengan senang hati ikut membebani otakmu demi mencari jalan keluar untuk masalah sahabatmu. Dan ini membuat dia bisa mengecap bahagia meski hanya sedikit.
Sekarang semua sudah berubah. Masalah hidup sahabatmu menyerang dari segala arah. Ditambah oleh samarnya dirimu. Yang memotong waktu dengan sahabatmu karena sekarang ada pacarmu. Manusia yang dirasa lebih mengasyikkan dan menyenangkan.
Sahabat, terlintaskah dalam benakmu bila sahabatmu kebingungan? Dengan siapa dia harus membagi masalahnya sekarang?
Sahabat, ada satu manusia yang sangat ingin membagi cerita denganmu. Ia sangat ingin berbagi kebahagiaan denganmu. Tapi ia ragu, masihkah telingamu tersedia untuknya?

Sahabat, ada kalanya sahabatmu hanya ingin telingamu yang mendengar ceritanya. Ada kalanya ia ingin hanya kamu yang tertawa, marah, sedih, bahkan menangis karena ceritanya. Namun seringkali, pacarmu ikut-ikut mendengar dan merespon. Buruknya lagi, respon pacarmu lebih banyak bernilai negatif daripada positif. Itu membuat perasaan sahabatmu retak. Tapi ia bisa apa? Ia tak punya banyak kuasa untuk meminta pacarmu tak ikut campur.
Sahabat, merasakah kamu, betapa kikuknya sahabatmu ketika dia juga harus menghadapi pacarmu? Merasakah kamu, bila sahabatmu tidak cocok dengan gaya bercanda pacarmu?

Sahabatmu sebenarnya tidak melarang kamu punya pacar. Ia sadar benar kamu butuh dibahagiakan oleh cinta. Namun, pernahkah kamu merenungkan, betapa sakitnya sahabatmu ketika ia melihat perubahan yang besar dari dirimu yang disebabkan oleh pacarmu? Melihatkah kamu, betapa sahabatmu benci dengan sikap pacarmu yang overprotect? Yang dengan sok dewasa berusaha melindungimu dari hal-hal yang biasa?
Sahabat, bisakah kamu memberitahu sahabatmu tentang apa yang harus ia lakukan saat ini? Bisakah kamu membisikkan saran di telinganya dan membuat dia merasa lebih baik?

Sahabat, mungkin kamu memang tak pernah menyadari. Mungkin kamu menyadari tapi berusaha tak peduli. Mungkin juga, kamu terlalu dibutakan cinta hingga tak mengerti jalan tengah yang seharusnya bisa kamu ambil. 

Sahabat, memang sahabatmu bukan manusia yang sempurna. Namun jauh di dalam hatinya, ia tak ingin menyakitimu. Maka, sahabatmu memohon maaf atas segala kekhilafan yang pernah diperbuatnya selama ini. Atas segala bentuk luka dasar hati yang telah ia torehkan.

Sahabat, meski yang ada di kenyataan adalah pahit, sahabatmu selalu berdoa untukmu. Agar suatu saat nanti, kamu benar menyadari betapa berharganya kamu bagi sahabatmu, betapa ia ingin berbagi cerita hanya denganmu seperti dulu. Betapa ia ingin melihat tawa, tangis, dan marahmu karenanya.

Sahabat, sahabatmu tidak pernah punya keinginan yang muluk-muluk. Ia hanya ingin kamu tetap mengingatnya, terus menyisakan kesempatan untuk dia bisa menjadi lebih baik, dan selalu bersedia memberinya waktu meski hanya satu menit saja untuk dia bercerita dan mengatakan bahwa dia sangat, sangat dan sangat menyayangimu. Sampai akhir nanti. Sampai kamu dan sahabatmu sama-sama melintasi awan dan pelangi. Menuju cahaya suci, tempat kebahagiaan bersemayam. Abadi.


Teriring doa dan kerinduan karena kehilangan,

-Sahabatmu-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar