Rabu, 11 November 2015

Pangeran Katak

Wangimu menyembul entah darimana. Tiba-tiba saja aku sadar aku menghirup udara bercampur aroma yang memaksa kepala menoleh ke sebuah arah. Dan disanalah kamu. Seragam OSIS lengkap dengan sweater aroma khasmu. Aku benci merasa ini suatu hal yang istimewa, karena harusnya tak ada yang aneh dari menemukanmu di suatu sudut. Semua orang bisa saja ada di sudut itu, dan bisa saja aku tanpa sengaja melihatnya. Aku benci merasa ada rasa yang ikut datang ketika melihatmu. Aku benci penasaran soal kamu. Tapi, aku tak punya cukup kemampuan untuk menekan hatiku dan berusaha berkata bahwa semua berhenti pada kesimpulan ‘hanya kebetulan’. Oh, Allah. Tolong yakinkan aku semua cuma rasa gilaku belaka.

***

Sudah hampir dua tahun lalu, Pangeran Katak (akan kujelaskan alasan memanggilmu seperti ini kala hatiku sudah terasa lebih baik). Sudah selama itu aku mengagumimu. Orang bisa saja berkata dengan wajah sombong mereka, mengungkapkan bahwa kagum dua tahun adalah waktu yang demikian singkat. Aku tahu dan paham diluar sana banyak wanita yang menyimpan rasa mereka bertahun-tahun. Belasan, puluhan. Mungkin sampai mereka resmi bersuami, bisa saja hati melirik masalalu. Dan dibuat rindu. Ah, aku tak peduli.

Dua tahun buatku sebuah perjuangan karena kita berada dalam satu kelas yang sama. Bertemu tiap hari. Melihat kamu tiap bel ganti pelajaran berbunyi. Itu siksa, andai kamu tahu. Apa rasanya berada dalam keadaan terentang antara mengagumi dan benci?

Maka, ijinkan aku mengungkapkan rasa ini dalam susunan kalimat yang entah mudah atau tidak untuk dimengerti. Maafkan apabila aku tak mengikuti cara bercerita yang baik dan benar. Maafkan apabila aku terlampau suka menyebar arah bicara. Kalau aku jadi kamu dan kamu jadi aku, mungkin kamu bakal paham. Menceritakanmu adalah sesulit menyatukan bintang-bintang dalam ruang agar cahaya berpusat pada satu tempat. Dan kalau aku boleh mengungkapkan, kamu benar-benar serumit itu. Sungguh. Jangan tanya mengapa. Aku takut hatiku berceloteh sepanjang hari dan kamu tak mampu tidur hingga pagi.

Baiklah. Aku harus bicara apalagi?

Oh!
Sebentar lagi kamu ulang tahun!

Aku baru ingat.

Sempat aku panik bakal kuberi kado apa kamu nanti. Dan aku baru saja sadar kadomu sudah tergeletak di atas tempat tidurku. Akan kubumbui doa supaya kamu selalu sehat dan bahagia, karena kata orang bahagia adalah level tertinggi sukses. Aku tak berminat mendoakan agar kamu selalu punya banyak uang, tidak. Uang kadang membuatmu lupa diri. Lagipula selama ini kamu telah memakan banyak uang. Jadi akan lebih baik jika aku mendoakan untuk kebahagiaanmu, lalu menyiapkan hati membungkus kado itu.

Tolong jangan lihat barang apa itu, berapa harganya, dan mengapa kamu. Sudah kujelaskan tadi kalau menjabarkan rasa padamu sulitnya bukan main. Maka terima saja, karena itu sudah lebih dari cukup.
Oh, ya. Awalnya aku ragu menjatuhkan pilihan pada kedua kado itu. Bagaimana mungkin kaos kaki dan boneka bola bisa membuat senyummu ada? Aku paham benar aku bukan siapamu. Aku cuma wanita bodoh yang jatuh hati dengan segala tingkahmu. Kamu yang usil dengan hidung bulat mancung, rambut jambul, dan postur tubuh tentara. Kamu yang merenggut hati dan mengembalikannya lengkap dengan banyak rasa. Sekarang aku paham artinya satu paket cinta.

Baik, kembali soal kado. Ketika tiba waktunya kamu menerima, aku berharap kamu suka. Aku cuma mampu memberi itu lengkap dengan banyak doa. Aku yakin Allah akan menyampaikannya padamu suatu saat nanti. Entah lewat angin, hujan, terik matahari, bahkan tatanan bintang malam. Pekalah, pangeran. Karena aku bakal selalu ada diantara nyata-mayanya kamu.

Suatu saat nanti kita akan berpisah. Tak lama lagi, mungkin. Kita akan fokus dengan cita-cita dan mimpi masing-masing. Aku harap kamu tetap baik-baik saja. Aku harap kamu tetap setia dengan sweater, aroma khas, rambut jambul, dan kegilaanmu. Aku harap kamu tetap setia seperti aku yang setia dengan rasa tanpa penjelasan logika ini.

Ah aku pasti bakal rindu kamu, tas ranselmu yang pernah jadi alas kepalaku, dan sweater aroma khasmu yang pernah berada dalam pelukanku. Aku pasti bakal rindu kita selama tiga tahun ini, kita yang bahagia dengan dunia putih abu-abu. Sekalipun kita tak mampu mewujudkan sebuah status sebagai judul antara aku dan kamu.

Sering aku tak mau semua perpisahan ini terjadi. Tapi waktu berjalan terus, bukan? Semoga kamu selalu bahagia dengan pilihanmu, apapun itu.

Tetap jadi kamu, ya. Supaya aku bisa mengagumi dan benci dengan segenap hati.

***

Menepati janjiku.
Menyebutmu Pangeran Katak adalah suatu pilihan konyol yang kadang aku merasa geli sendiri. Tapi itu satu-satunya panggilan yang lucu buatku dan cocok buatmu. Lagipula, aku punya alasan. Sudah kusebutkan bukan kamu seperti tebaran bintang? Jaraknya yang berjauhan membuat hatiku harus loncat-loncat untuk mewujudkan kamu dalam gambaran yang cuma aku bisa mengerti. Aku harus loncat! Menggapaimu dengan usaha yang semoga tak sia-sia.

Loncat!

Hap! Hap!

Selamat merangkai mimpi, Pangeran Katak!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar