Wangimu menyembul entah darimana. Tiba-tiba saja aku sadar aku
menghirup udara bercampur aroma yang memaksa kepala menoleh ke sebuah arah. Dan
disanalah kamu. Seragam OSIS lengkap dengan sweater aroma khasmu. Aku benci
merasa ini suatu hal yang istimewa, karena harusnya tak ada yang aneh dari
menemukanmu di suatu sudut. Semua orang bisa saja ada di sudut itu, dan bisa
saja aku tanpa sengaja melihatnya. Aku benci merasa ada rasa yang ikut datang
ketika melihatmu. Aku benci penasaran soal kamu. Tapi, aku tak punya cukup
kemampuan untuk menekan hatiku dan berusaha berkata bahwa semua berhenti pada
kesimpulan ‘hanya kebetulan’. Oh, Allah. Tolong yakinkan aku semua cuma rasa
gilaku belaka.
***
Sudah hampir dua tahun lalu,
Pangeran Katak (akan kujelaskan alasan memanggilmu seperti ini kala hatiku
sudah terasa lebih baik). Sudah selama itu aku mengagumimu. Orang bisa saja
berkata dengan wajah sombong mereka, mengungkapkan bahwa kagum dua tahun adalah
waktu yang demikian singkat. Aku tahu dan paham diluar sana banyak wanita yang
menyimpan rasa mereka bertahun-tahun. Belasan, puluhan. Mungkin sampai mereka
resmi bersuami, bisa saja hati melirik masalalu. Dan dibuat rindu. Ah, aku tak
peduli.
Dua tahun buatku sebuah
perjuangan karena kita berada dalam satu kelas yang sama. Bertemu tiap hari.
Melihat kamu tiap bel ganti pelajaran berbunyi. Itu siksa, andai kamu tahu. Apa
rasanya berada dalam keadaan terentang antara mengagumi dan benci?
Maka, ijinkan aku mengungkapkan
rasa ini dalam susunan kalimat yang entah mudah atau tidak untuk dimengerti.
Maafkan apabila aku tak mengikuti cara bercerita yang baik dan benar. Maafkan
apabila aku terlampau suka menyebar arah bicara. Kalau aku jadi kamu dan kamu
jadi aku, mungkin kamu bakal paham. Menceritakanmu adalah sesulit menyatukan
bintang-bintang dalam ruang agar cahaya berpusat pada satu tempat. Dan kalau
aku boleh mengungkapkan, kamu benar-benar serumit itu. Sungguh. Jangan tanya
mengapa. Aku takut hatiku berceloteh sepanjang hari dan kamu tak mampu tidur
hingga pagi.
Baiklah. Aku harus bicara
apalagi?
Oh!
Sebentar lagi kamu ulang tahun!
Aku baru ingat.
Sempat aku panik bakal kuberi
kado apa kamu nanti. Dan aku baru saja sadar kadomu sudah tergeletak di atas
tempat tidurku. Akan kubumbui doa supaya kamu selalu sehat dan bahagia, karena
kata orang bahagia adalah level tertinggi sukses. Aku tak berminat mendoakan
agar kamu selalu punya banyak uang, tidak. Uang kadang membuatmu lupa diri.
Lagipula selama ini kamu telah memakan banyak uang. Jadi akan lebih baik jika aku
mendoakan untuk kebahagiaanmu, lalu menyiapkan hati membungkus kado itu.
Tolong jangan lihat barang apa
itu, berapa harganya, dan mengapa kamu. Sudah kujelaskan tadi kalau menjabarkan
rasa padamu sulitnya bukan main. Maka terima saja, karena itu sudah lebih dari
cukup.
Oh, ya. Awalnya aku ragu
menjatuhkan pilihan pada kedua kado itu. Bagaimana mungkin kaos kaki dan boneka
bola bisa membuat senyummu ada? Aku paham benar aku bukan siapamu. Aku cuma
wanita bodoh yang jatuh hati dengan segala tingkahmu. Kamu yang usil dengan
hidung bulat mancung, rambut jambul, dan postur tubuh tentara. Kamu yang
merenggut hati dan mengembalikannya lengkap dengan banyak rasa. Sekarang aku
paham artinya satu paket cinta.
Baik, kembali soal kado. Ketika
tiba waktunya kamu menerima, aku berharap kamu suka. Aku cuma mampu memberi itu
lengkap dengan banyak doa. Aku yakin Allah akan menyampaikannya padamu suatu
saat nanti. Entah lewat angin, hujan, terik matahari, bahkan tatanan bintang
malam. Pekalah, pangeran. Karena aku bakal selalu ada diantara nyata-mayanya
kamu.
Suatu saat nanti kita akan
berpisah. Tak lama lagi, mungkin. Kita akan fokus dengan cita-cita dan mimpi
masing-masing. Aku harap kamu tetap baik-baik saja. Aku harap kamu tetap setia
dengan sweater, aroma khas, rambut jambul, dan kegilaanmu. Aku harap kamu tetap
setia seperti aku yang setia dengan rasa tanpa penjelasan logika ini.
Ah aku pasti bakal rindu kamu,
tas ranselmu yang pernah jadi alas kepalaku, dan sweater aroma khasmu yang pernah
berada dalam pelukanku. Aku pasti bakal rindu kita selama tiga tahun ini, kita
yang bahagia dengan dunia putih abu-abu. Sekalipun kita tak mampu mewujudkan
sebuah status sebagai judul antara aku dan kamu.
Sering aku tak mau semua
perpisahan ini terjadi. Tapi waktu berjalan terus, bukan? Semoga kamu selalu
bahagia dengan pilihanmu, apapun itu.
Tetap jadi kamu, ya. Supaya aku
bisa mengagumi dan benci dengan segenap hati.
***
Menepati janjiku.
Menyebutmu Pangeran Katak adalah suatu pilihan konyol yang kadang aku
merasa geli sendiri. Tapi itu satu-satunya panggilan yang lucu buatku dan cocok
buatmu. Lagipula, aku punya alasan. Sudah kusebutkan bukan kamu seperti tebaran
bintang? Jaraknya yang berjauhan membuat hatiku harus loncat-loncat untuk
mewujudkan kamu dalam gambaran yang cuma aku bisa mengerti. Aku harus loncat!
Menggapaimu dengan usaha yang semoga tak sia-sia.
Loncat!
Hap! Hap!
Selamat merangkai mimpi, Pangeran Katak!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar