A : Tuhan memang satu, bukan?
Manusia saja yang berbeda. Jadi kalau ada cinta beda agama, kan tinggal
disatukan, atau pilih saja salah satu agama dari keduanya untuk diimani
bersama.
B : Cinta beda agama adalah ujian
buat manusia. Dia bakal setia dengan apa yang dia percayai sebagai iman, atau
menukar itu semua demi dapat bersanding dengan sesosok ciptaan. Tidak semudah
itu. Kamu pikir agama atau cinta bisa dimainkan?
A : Oh, jadi kamu bicara soal
setia pada Sang Pencipta atau menukar Sang Pencipta untuk mendapatkan
ciptaan-Nya?
B : Bukan begitu. Aku setuju soal
katamu kalau Tuhan memang satu, kita saja yang berbeda.
A : Lantas apa?
B : Lantas, bukan berarti dengan
menyatukan agama semua masalah selesai. Agama tak mungkin disatukan. Itu
masalah dasar yang begitu sensitif. Kamu tak bisa memaksa orang dan dengan
persepsi semudah itu.
A : Loh, agama kan masalah
manusia?
B : Agama memang masalah manusia,
tapi tak bisa diartikan dengan seenteng itu. Sulit benarkah buatmu memahaminya?
Agama menunjukkan bagaimana kamu menghormati dan mengagungkan Tuhan, bagaimana
cara kamu bersyukur dan beribadah kepada-Nya. Beragama itu perlu, dibilang
wajib juga bisa.
A : Baiklah. Jadi soal kita,
bagaimana pendapatmu? Aku tak mungkin pergi kala aku tahu hatiku mulai nyaman.
Mengapa kamu tidak ikut aku saja? Aku sudah belajar jadi imam keluarga yang
baik, sesuai agamaku.
B : Kita tak mungkin bersatu. Aku
tak mau mengorbankan agamaku, dan aku tak suka pula memaksamu ikut aku.
A : Oh, jadi kamu adalah Tuhan
hingga bisa berkata seyakin itu?
B : Aku bukan Tuhan, kamu tahu.
A : Maka, jangan membulankan
matahari! Semua bisa diperjuangkan bukan? Katamu orang yang paling kuat adalah
yang berjuang sekalipun tak ada lagi hal yang pantas diperjuangkan.
B : Astaga, sejak kapan kamu jadi
seperti ini? Kurasa awalnya kita baik-baik saja, bukan?
A : Perbedaan agama ini
mencekikku. Mungkin kamu belum merasakan sakitnya.
B : Dengar, aku bukannya
membulankan matahari atau memandang kapas sekeras batu. Tapi kadang ada hal
yang tak bisa diperjuangkan, apalagi disatukan. Hal itu diijinkan ada untuk
tetap seperti itu. Kamu mau mengubahnya? Bicaralah dengan Tuhan. Aku tahu agama
adalah masalah manusia karena Tuhan itu satu. Tapi bukan berarti kamu boleh
memandang agama sesepele itu. Agama…
A : …adalah hubungan kita dengan
Tuhan dan itu tak bisa main-main.
B : Nah, kamu tahu!
A : Aku lelah mendengar kalimat
itu darimu. Jadi kusahut sebelum telinga ini panas. Yah, sudah panas memang.
B : Baiklah.
A : Jadi?
B : Jadi?
A : Kamu tahu. Soal kita.
B : Oh! Kita tak mungkin
dipersatukan. Lantas mengapa kita tak berjalan sendiri-sendiri lagi? Akan
banyak kemungkinan bertemu yang lebih dari aku buatmu, demikian sebaliknya.
A : Ah, aku benci mendengarnya.
B : Sudahlah, aku paham kamu tak
ada ide untuk semua ini. Jangan bersedih, tolong. Kita tetap bisa berteman
baik-baik bukan?
A : Ya.
B : Ya.
A : Ya.
B : Dan mengapa kamu masih saja
murung?
A : Kamu sadar sesuatu?
B : Mungkin tidak. Apa itu?
A : Seharusnya dari awal tidak
begini. Mengapa kita mau saja jatuh cinta dengan yang beda agama?
…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar