Selasa, 24 November 2015

L(ove) D(ifferent) R(eligion)

A : Tuhan memang satu, bukan? Manusia saja yang berbeda. Jadi kalau ada cinta beda agama, kan tinggal disatukan, atau pilih saja salah satu agama dari keduanya untuk diimani bersama.
B : Cinta beda agama adalah ujian buat manusia. Dia bakal setia dengan apa yang dia percayai sebagai iman, atau menukar itu semua demi dapat bersanding dengan sesosok ciptaan. Tidak semudah itu. Kamu pikir agama atau cinta bisa dimainkan?
A : Oh, jadi kamu bicara soal setia pada Sang Pencipta atau menukar Sang Pencipta untuk mendapatkan ciptaan-Nya?
B : Bukan begitu. Aku setuju soal katamu kalau Tuhan memang satu, kita saja yang berbeda.
A : Lantas apa?
B : Lantas, bukan berarti dengan menyatukan agama semua masalah selesai. Agama tak mungkin disatukan. Itu masalah dasar yang begitu sensitif. Kamu tak bisa memaksa orang dan dengan persepsi semudah itu.
A : Loh, agama kan masalah manusia?
B : Agama memang masalah manusia, tapi tak bisa diartikan dengan seenteng itu. Sulit benarkah buatmu memahaminya? Agama menunjukkan bagaimana kamu menghormati dan mengagungkan Tuhan, bagaimana cara kamu bersyukur dan beribadah kepada-Nya. Beragama itu perlu, dibilang wajib juga bisa.
A : Baiklah. Jadi soal kita, bagaimana pendapatmu? Aku tak mungkin pergi kala aku tahu hatiku mulai nyaman. Mengapa kamu tidak ikut aku saja? Aku sudah belajar jadi imam keluarga yang baik, sesuai agamaku.
B : Kita tak mungkin bersatu. Aku tak mau mengorbankan agamaku, dan aku tak suka pula memaksamu ikut aku.
A : Oh, jadi kamu adalah Tuhan hingga bisa berkata seyakin itu?
B : Aku bukan Tuhan, kamu tahu.
A : Maka, jangan membulankan matahari! Semua bisa diperjuangkan bukan? Katamu orang yang paling kuat adalah yang berjuang sekalipun tak ada lagi hal yang pantas diperjuangkan.
B : Astaga, sejak kapan kamu jadi seperti ini? Kurasa awalnya kita baik-baik saja, bukan?
A : Perbedaan agama ini mencekikku. Mungkin kamu belum merasakan sakitnya.
B : Dengar, aku bukannya membulankan matahari atau memandang kapas sekeras batu. Tapi kadang ada hal yang tak bisa diperjuangkan, apalagi disatukan. Hal itu diijinkan ada untuk tetap seperti itu. Kamu mau mengubahnya? Bicaralah dengan Tuhan. Aku tahu agama adalah masalah manusia karena Tuhan itu satu. Tapi bukan berarti kamu boleh memandang agama sesepele itu. Agama…
A : …adalah hubungan kita dengan Tuhan dan itu tak bisa main-main.
B : Nah, kamu tahu!
A : Aku lelah mendengar kalimat itu darimu. Jadi kusahut sebelum telinga ini panas. Yah, sudah panas memang.
B : Baiklah.
A : Jadi?
B : Jadi?
A : Kamu tahu. Soal kita.
B : Oh! Kita tak mungkin dipersatukan. Lantas mengapa kita tak berjalan sendiri-sendiri lagi? Akan banyak kemungkinan bertemu yang lebih dari aku buatmu, demikian sebaliknya.
A : Ah, aku benci mendengarnya.
B : Sudahlah, aku paham kamu tak ada ide untuk semua ini. Jangan bersedih, tolong. Kita tetap bisa berteman baik-baik bukan?
A : Ya.
B : Ya.
A : Ya.
B : Dan mengapa kamu masih saja murung?
A : Kamu sadar sesuatu?
B : Mungkin tidak. Apa itu?
A : Seharusnya dari awal tidak begini. Mengapa kita mau saja jatuh cinta dengan yang beda agama?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar