Sabtu, 10 Agustus 2013

Jadi, apa? Kamu merasa hebat?

Saya sudah memperjuangkan pria itu sejak lama. Sejak sepuluh bulan yang lalu. Bukan hanya sehari dua hari atau seminggu dua minggu. Tapi sepuluh bulan. Tolong catat ini. Tolong ingat baik-baik dan sadari bahwa itu bukan waktu yang singkat. Saya sudah merelakan lebih dari separuh hati saya, ratusan tetes peluh dan airmata untuk dia. Segalanya mulai membaik ketika pria itu merespon saya. Kami dekat (lagi) dan ada satu janji yang diucapkan pria itu yang saya jaga dan pegang baik-baik. Perjuangan saya nyaris sempurna kala saya menyadari hal yang menjadi tujuan saya akan segera terwujud. Namun, tiba-tiba, kamu datang tanpa permisi dan tanpa disangka, seperti pencuri pada malam hari, lalu merusak segalanya.

Sudah, begitu saja.

Kamu datang, merusak, lalu ikut-ikutan memperjuangkan dia.

Menyembulnya kamu entah dari dunia macam mana sudah cukup membuat tiap tetes darah saya di semua pembuluh memanas. Kamu menciptakan tornado di hati saya, membuatnya berputar jauh lebih cepat dan kuat. Kamu membuat tangan saya serasa ingin menonjok wajahmu dan menciptakan luka sebanyak mungkin di tubuhmu, hatimu juga, kalau perlu. Kamu pantas dibenci. Sungguh! Apa yang terlihat baik dari seorang perebut kebahagiaan orang lain?!

Saya berusaha menahan diri, mengingat, kamu (mungkin) belum tahu kalau sebelum kamu sudah ada orang yang memperjuangkan pria itu. Saya berusaha memendam segala amarah, berusaha bersabar dengan semua mention kalian. Tapi, saya juga manusia yang punya titik jenuh. Saya tak bisa dipaksa bertahan dalam senyuman ketika orang yang saya perjuangkan dengan begitu keras didekati wanita lain yang juga suka dengannya.

Entahlah, dalam kasus ini saya yang terlalu sensitif atau kamu yang tidak tahu diri.

Kamu tidak berasal dari sini, saya tahu itu. Tapi saya tidak paham apa motivasimu memilih sekolah di kota ini dan mengapa kamu pilih masuk sekolah Kristen padahal kamu Katholik. Maaf, bukannya saya melarang, bukannya saya mengatasnamakan agama dalam kasus ini. Tapi, apakah di kotamu tidak ada Sekolah Menengah Atas, hingga kamu harus jauh-jauh datang kemari?

Baiklah, saya sadar kalau jatuh cinta itu hak tiap makhluk hidup. Bukan hanya manusia, hewan juga, tumbuhan juga. Saya juga tidak mempermasalahkan jatuh cintamu, tapi, pada siapa kamu menaruh hati, lalu entah dengan tujuan apa, memperjuangkan dia, dan secara tidak langsung terdaftar resmi menjadi saingan saya.
Saya heran, apa kamu tidak berusaha mencari informasi terlebih dahulu tentang dia sebelum kamu memutuskan untuk memperjuangkan dia? Apa kamu tidak punya cukup waktu untuk merenungkan tindakanmu? Apa kamu tidak berhati-hati, mengingat bisa saja ada manusia selain kamu yang juga punya hak untuk memperjuangkan dia, menjadikan dia mood booster, menempatkan dia pada urutan nomor satu di hati. Kamu tidak punya bersitan rasa seperti itu?

Bodoh!

Lalu sekarang, atas nama kalian satu sekolah, atas nama kamu adalah adik kelasnya, atas nama dia pernah menghubungi kamu, kamu merasa bangga? Kamu merasa pantas memperjuangkan dia? Kamu merasa berhak memenangkan dia? Hah, jangan mimpi, nona. Tidak semudah yang kamu bayangkan.

Dia lelaki langka. Dalam artian, dia tidak sama dengan kebanyakan lelaki. Entahlah, bagaimana saya bisa memilih kalimat ini untuk mewakili semua ciri hati yang dia punya. Dia istimewa. Maaf, saya menulis ini dari hasil survey, dari banyak sumber, dari pendapat-pendapat manusia yang kenal dengan dia, bukan hanya karena saya suka dia. Dia selalu sulit dipahami, tak tertebak, penuh kejutan. Dan, kamu tahu, nona? Ia adalah pria tersulit untuk dimiliki. Pria teristimewa yang pantas diperjuangkan. Pria langka, yang untuk mendapatkannya butuh lebih dari sekadar peluh, darah, atau tetesan airmata.

Jadi tolong, pikirkan juga manusia di luar kamu yang sama-sama punya hak untuk memperjuangkan dia. jangan egois. Manusia lain juga punya hati yang perlu dijaga dari rasa sakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar