Kamis, 23 Juni 2016

Kepada kamu yang kurapal dalam rindu

Mestinya kamu tak perlu pernah hadir kalau akhirnya pergi dan berkata, “Maaf, hati kita tidak tertakdir.”

Selamat malam, Arjunaku sayang. Aku tak menyangka bakal terjebak lagi dalam lautan kebodohan. Terjatuh dalam lubang yang sama soal kamu dan perasaan. Aku merasa aneh. Aku sadar betul kamu berengsek dan tak perlu dirindukan apalagi diperjuangkan. Tapi hati menarik kuat dan ia telah selesai mencipta medan gravitasi super hebat hingga aku terjeratlogikaku sekarat.

Segalanya dimulai dari siang bolong hari itu, tiga pekan sebelum Ujian Nasional, yang berarti tiga bulan lalu. Aku sadar benar bakal terjadi sesuatu, tapi seperti yang telah kutuliskan, logikaku tak mampu pegang kendali dan hati ternyata bisa sedemikian tak tahu diri. Aku mengiyakan ajakanmu dengan sadar, dan berusaha berpikiran positif soal misi utama kita saat itu: BELAJAR. Harusnya aku bisa mengantisipasi kemungkinan terburuk yang bakal terjadi. Tapi sekali lagi, logikaku seolah mati.

Hal yang paling kutakutkan bukan soal kekerasan fisik yang bisa saja kualami, aku lebih takut soal penyiksaan batin yang secara halus kamu lakukan. Nyatanya toh fisik kita sama-sama baik, hatimu pun pula. Tapi tidak dengan hatiku. Keluar dari kamarmu, sepulang dari kostmu, aku menyadari sesuatu. Rasa lama mulai timbul dan aku tahu darimana itu muncul.

Orang bilang tak pernah ada kata terlambat, kecuali kita terjebak situasi dimana hati telah parah tertambat. Dan kita tak ketemu suatu cara untuk keluar dan kembali menjalani hidup dengan sehat. Demikianlah aku. Terlunta-lunta tak berdaya. Mengemis pedulimu dengan sia-sia. Aku bodoh, aku tahu. Tapi aku sungguh peduli soal kamu. Mengapa kamu tak pernah mau tahu?

Kamu cuma memikirkan bahagiamu. Kamu cuma peduli soal kamu. Kamu cuma paham nafsu. Baik, aku tahu lelaki jaman sekarang apalagi yang bergaul terlalu lama dengan dunia malam memang punya sikap dasar yang payah. Aku tahu. Dan tak pernah sekalipun aku menyalahkan dan menyayangkan itu. Hanya saja aku sedikit menyesal kamu terbawa arus. Kamu baik sesungguhnya. Kamu menyenangkan selebihnya. Kamu bodoh, selanjutnya.

Arjunaku sayang. Bila aku adalah Tuhan maka yang pertama kulakukan adalah meniupkan kalimat penyadaran agar manusia setampan dan sekece kamu jangan sampai salah arah. Tapi aku tercipta sebagai manusia yang kini penuh dosa. Lalu aku bisa apa?

Arjunaku sayang. Kamu takkan pernah tahu hati ini telah tertambat pada manusia seberengsek kamu. Dan kamu jahat macam begitu saja aku tak mampu berpaling. Apa jadinya kalau kamu bertahan dalam sikap yang baik? Bisa-bisa aku hangus jadi abu sebelum mata ini menangkap kilaumu. Ah, kamu seindah itu. Aku tahu kamu takkan pernah tahu.

Arjunaku sayang. Bila tiba saatnya hatimu betulan terpikat, aku selalu berdoa wanita beruntung itu adalah aku. Semoga, doaku tak terlampau tinggi agar aku bisa tahu rasanya jadi seseorang yang selalu kamu cari.

Selamat malam, Arjunaku sayang.

Jangan jahat-jahat. Sakitnya diabaikan itu bukan kepalang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar