—Bahagia adalah soal waktu, dan aku mencoba jadi orang yang percaya
soal kalimat itu.
Halo. Aku sedang singgah di kota
orang. Sedang berusaha menikmati hari-hari tanpa pekerjaan di ibukota
kebanggaan Indonesia, yang katanya punya jutaan cerita yang sayang kalau
dibuang. Aku tak punya kegiatan tetap. Setiap hari aku cuma bangun siang lalu
mandi, makan, tidur, dan beruntung apabila bisa keluar jalan-jalan. Tapi itu
jelas membosankan. Bosan di rumah, kalau mau keluar yang ditemu cuma lelah. Aku
tak tahu, pun tak paham.
Aku sadar kalimatku mulai bodoh. Tapi
sungguh aku tak ada ide baik untuk
dituangkan. Tadinya aku lari kemari demi cari bahagia buat hati. Karena rasanya,
Jogja yang kata orang indah dan berkah buatku justru kerap mengundang amarah. Entah.
Aku mungkin terlampau banyak kecewa dan terlampau cepat merasa kalau aku selalu
jadi pihak yang ditinggalkan. Sendirian. Meringkuk di sudut yang tak mau peduli
orang ikut. Aku merasa payah. Jadi, kuputuskan berlari menjauh, dan kini
keputusanku telah setengah tempuh.
Sayang, bahagiaku justru meluruh.
Aku tak paham, lagi. Aku mulai
bingung soal bahagia yang selama ini kucari. Aku benar butuh pertolongan atau cuma
terjebak dalam kebosanan? Aku tak tahu. Tak ada yang tahu. Tak ada yang perlu
tahu. Hidup manusia telah dipenuhi paket rasanya masing-masing. Mungkin kita
tak perlu saling cerita agar beban tak merajalela seperti drama Korea yang
betah betul orang menonton dan membuang sia-sia airmata.
Aku merasa telah menyadari
sesuatu.
Oh, aku terjebak rindu.
Kedengarannya konyol. Tapi hati
berkata hingga raga tak mampu bersuara. Rindu itu menggebu dan membuat kelu. Aku
merasa benci akan segala sesuatu. Adakah yang perlu dipertanyakan dari rindu
itu? Tak ada yang menjawab. Bahkan kulihat rumput bergoyang yang oleh Ebiet G.
Ade jadi pelampiasan pertanyaan pun hening, tak bergeming. Semua terpaku. Dan tanda
tanya besarku ikut beku.
Aku benar terjebak rindu. Manusia
dari Banjar itu ternyata bisa membuat otak kepanasan dan hati kalangkabut tak
karuan. Lantas, apa sekarang? Kita dipisahkan oleh jarak. Dan yang paling
parah, berada di hatinya pun aku tidak. Bodoh, memang. Aku tahu. Namun bila
kutanya, soal hati siapa yang tahu? Tak akan ada jawaban yang kutemu.
Aku rindu! Dan mengapa harus
kamu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar