Jumat, 10 Juni 2016

Aku Beku

Bahagia adalah soal waktu, dan aku mencoba jadi orang yang percaya soal kalimat itu.

Halo. Aku sedang singgah di kota orang. Sedang berusaha menikmati hari-hari tanpa pekerjaan di ibukota kebanggaan Indonesia, yang katanya punya jutaan cerita yang sayang kalau dibuang. Aku tak punya kegiatan tetap. Setiap hari aku cuma bangun siang lalu mandi, makan, tidur, dan beruntung apabila bisa keluar jalan-jalan. Tapi itu jelas membosankan. Bosan di rumah, kalau mau keluar yang ditemu cuma lelah. Aku tak tahu, pun tak paham.

Aku sadar kalimatku mulai bodoh. Tapi sungguh aku  tak ada ide baik untuk dituangkan. Tadinya aku lari kemari demi cari bahagia buat hati. Karena rasanya, Jogja yang kata orang indah dan berkah buatku justru kerap mengundang amarah. Entah. Aku mungkin terlampau banyak kecewa dan terlampau cepat merasa kalau aku selalu jadi pihak yang ditinggalkan. Sendirian. Meringkuk di sudut yang tak mau peduli orang ikut. Aku merasa payah. Jadi, kuputuskan berlari menjauh, dan kini keputusanku telah setengah tempuh.

Sayang, bahagiaku justru meluruh.

Aku tak paham, lagi. Aku mulai bingung soal bahagia yang selama ini kucari. Aku benar butuh pertolongan atau cuma terjebak dalam kebosanan? Aku tak tahu. Tak ada yang tahu. Tak ada yang perlu tahu. Hidup manusia telah dipenuhi paket rasanya masing-masing. Mungkin kita tak perlu saling cerita agar beban tak merajalela seperti drama Korea yang betah betul orang menonton dan membuang sia-sia airmata.

Aku merasa telah menyadari sesuatu.

Oh, aku terjebak rindu.

Kedengarannya konyol. Tapi hati berkata hingga raga tak mampu bersuara. Rindu itu menggebu dan membuat kelu. Aku merasa benci akan segala sesuatu. Adakah yang perlu dipertanyakan dari rindu itu? Tak ada yang menjawab. Bahkan kulihat rumput bergoyang yang oleh Ebiet G. Ade jadi pelampiasan pertanyaan pun hening, tak bergeming. Semua terpaku. Dan tanda tanya besarku ikut beku.

Aku benar terjebak rindu. Manusia dari Banjar itu ternyata bisa membuat otak kepanasan dan hati kalangkabut tak karuan. Lantas, apa sekarang? Kita dipisahkan oleh jarak. Dan yang paling parah, berada di hatinya pun aku tidak. Bodoh, memang. Aku tahu. Namun bila kutanya, soal hati siapa yang tahu? Tak akan ada jawaban yang kutemu.


Aku rindu! Dan mengapa harus kamu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar