Untuk
seorang wanita yang kucintai dengan lebih dari segenap hati.
Aku tak paham apa yang terjadi sampai aku
menyadari: lambat laun kasihmu mulai pergi. Tadinya aku memilih tidak merasakan
semua ini. Aku memilih kamu, dan otakku penuh dengan banyak ide bagaimana
membuat senyummu tetap ada. Bagaimana membuat hati ini tetap untuk kamu,
satu-satunya. Dan bagaimana rasa ini terus menerus mengisi, aku, kamu, kita. Harusnya
aku sadar, sekalipun kamu adalah manusia kesayangku, tak menutup kemungkinan
kamu akan menutup hati untuk perjuanganku selama ini, dan memilih pergi. Entah untuk
mengejar bahagiamu dalam suatu rutinitas baru, atau kamu telah bertemu yang
lebih dari aku.
Sebelum semua sakit ini menjalar ke
kapiler, aku berusaha tetap tenang dan menuruti hatimu, selalu. Karena buatku
tak ada yang selain kamu. Tak ada orang lain yang perlu kukejar lagi. Entah kamu.
Harusnya aku tahu.
Aku tidak ingin bermain perhitungan tentang
kamu. Tentang sekian banyak peluh, airmata, kalau perlu darah nadiku sendiri
kucurahkan demi kamu. Tak lagi kuteteskan satu per satu, karena kurasa, tetes
demi tetes itu tak bisa membuatmu terus menyayangiku. Jadi, kucurahkan semua. Semuanya.
Berapapun. Demi kamu. Dan hal yang paling menusuk adalah ketika aku tahu, untuk
menyisihkan waktu dan menghargai akupun kamu tak sempat, juga tak mau.
Waktuku habis untuk terus memperjuangkan
kamu. Tapi, kamu anggap semua itu tak berarti. Kamu anggap aku punya banyak jam
dalam satu hari, sebegitu banyak sisa jam luangku hingga aku bisa melakukan
semua ini. Demikian murahnyakah aku di matamu? Demikian biasanyakah
perjuanganku? Demikian tak bermaknakah rasa dan hati ini?
Ah sayang, harusnya kamu bilang dari awal
sebelum rasa percaya ini membunuhku sendiri.
Aku tak ingin lagi mengemis. Aku tak mau
bersujud untukmu. Aku tak mau menangis entah berapa gelontor demi kamu. Kamu,
yang tak pernah menganggap aku. Tapi aku punya hati yang harus kujaga sendiri
(karena aku tahu kamu tak bisa lagi menjaganya tetap utuh dan tak tersakiti). Ya
Tuhan, sepahit inikah memperjuangkan kamu?
Dan bila aku jadi kamu dan kamu jadi aku,
apa yang bakal kamu lakukan? Apa yang bakal kamu perjuangkan? Apa yang bakal
kamu ikhlaskan demi aku bahagia, bersama kamu? Aku mati-matian menjaganya. Tolong,
jangan buat aku menyesal telah melakukan ini semua, karena rasa ini terpatri
untukmu.
Iya, aku paham di sudut pikirmu kamu ingin
bilang bahwa aku lelaki terbodoh dan tertolol. Aku tahu. Akupun tahu, aku telah
hancur lebih dari berkeping-keping. Dan tak adakah rasa di hatimu?
Sekarang aku merasa kamu telah pergi
sebelum tangan ini mampu menggapai.
Katakan, sayang, kalau saja kamu masih
sedia berbicara.
Apakah ada hal yang sangat kurang buat
hatimu sampai kamu menginjak-injak aku demi kepuasanmu sendiri?
Dari seorang lelaki bodoh yang demikian takut kehilangan kamu, dan
rasamu.
standing applause :D
BalasHapus