—Have
you ever feel this before? Karena aku tahu, hatiku tak lagi sama.
Seingatku, bulan Februari itu kita masih biasa-biasa saja. Kamu
mengirim pesan singkat, dan kita membahas banyak topik, layaknya teman lama
yang akhirnya punya jembatan masing-masing untuk saling menghubungi. Sesederhana
dan sebiasa itu. Aku berani saja jamin, tak satupun dari kita punya pikiran
untuk bawa perasaan. Tapi, waktu selalu punya kejutan.
Seingatku, bulan Maret itu kita masih saling berbagi cerita
soal calon pacar masing-masing. Kamu yang mulai tak nyaman dengan “wanita lima
puluh ribu” itu, dan aku yang mulai tertekan karena masih saja ingin memiliki
semua lelaki tampan dan borjuis. Sungguh, aku yang sebusuk itu, dan masalalumu
yang sekelam itu. Siapa sangka hati justru saling mengikat kala misi utama jauh
dari kata memikat?
Seingatku, awal April ini kita cuma saling ungkap rasa
rindu. Wajar tentu, siapa tak rindu dengan manusia macam kamu setelah tiga
puluh hari tak bertemu? Tapi aku merasa segalanya beranjak jadi aneh, bergeser
perlahan seperti langit siang menjelang malam. Sadarkah kamu, sayang? Hati kita
tak mau berhenti sampai sebatas nyaman sebagai teman, atau dalam kasus ini
kakak-adik.
Kejanggalan ini tentu membuat bertanya-tanya. Aku nyaris
saja berucap “Mengapa?” pada Sang Waktu kala kulihat ia mulai tak mampu
menyembunyikan senyum jahilnya. Tapi, lidahku kelu, gigi menggertak dan rahang
mengatup kuat. Tak lama, kudengar Sang Waktu berbisik, “Belum saatnya.”
Terpaksa, aku diam.
Seingatku, kita cuma berencana ibadah bersama, lalu
menyempatkan diri untuk mampir, sebentar saja. Dan rasa-rasanya kita lupa, ‘sebentar’
adalah jalan utama menuju keberadaan yang ditolak dalam kategori masuk akal. Bahagia,
singkatnya, dalam kasus ini. Semoga, dalam waktu yang lama.
Malam itu, asap rokokmu mengepul dan aroma kesayanganku
bersatu dengan dinginnya udara. Aku benci mengakui ini, karena aku terlalu
takut untuk kehilanganmu. Tapi aku tahu benar, hatiku mulai menemukan tempat
tinggalnya. Adalah tak mungkin bukan kutarik ia untuk menjauh pergi?
Seingatku, semalam kita cuma cari waktu di hari ini untuk
bisa bertemu. Seingatku, aku cuma sekadar menebak-nebak, apa jadinya ketika
saling tatap muka kita terjadi saat rasa tak lagi sama? Seingatku, aku dan kamu
cuma saling goda, tapi ternyata, rasa ikut terbawa.
Kini impian, harapan, angan yang simpang siur bak
bintang-bintang langit malam itu mulai membentuk rasi. Siapa sangka, sayang? Setiap
partikel yang keberadaannya dalam kesendirian tak berarti apa-apa, menjelma
membuat nyata mimpi-mimpi. Aku, kamu, dan semoga, kita.
Bersamamu aku belajar begitu banyak hal, sayang. Ini membuatku
mulai pakai hati. Dan aku tak sanggup menyimpan semua lebih lama lagi.
Jujur saja, sayang.
Kamu minta status apa?
status palsu boleh ?:3
BalasHapus