Jumat, 24 April 2015

(judul masih di tangan Tuhan)

Aku benci akan rasa ini, dan benci pula ketika aku tak sanggup memendamnya.

Jadi semenyenangkan ini buat kalian, bukan? Baiklah. Aku paham. Aku mencoba paham ketika diantara kita akulah yang paling ingin bisa ada bersama kalian dalam momen macam itu. Aku yang paling heboh cari banyak informasi untuk kita bisa setidaknya belajar membuat momen itu. Segalanya butuh proses tentu. Tak mungkin ada manusia lahir dan langsung jadi yang paling ahli dan professional. Setiap manusia harus mengalami suatu kondisi amatir, dan perlahan belajar dari semua kesalahan dan kesempatan, hingga ia berada dalam posisi lebih tahu dari yang lain. Setujui saja kalau ada pernyataan bahwa tak ada orang yang lebih pintar. Yang ada hanya orang yang lebih tahu. Karena untuk itulah hidup hanya diisi oleh pembelajaran. Kita akan mengalami roda yang tiap sisinya memiliki bahagia dan kesedihan masing-masing. Tentu mau tak mau, setiap hari kita belajar dari apa yang kita ketahui. Tentang rasa sakit karena dimanfaatkan, diabaikan, kemudian dikhianati. Bicara adalah sesederhana itu bukan? Membuat kalimat adalah semudah itu. Tapi hidup adalah realita, dan hari-hari adalah nyata. Terasa. Dan bukan bualan semata.

Aku berusaha mengakui hari ini otakku kacau dan aku merasa telah banyak meracau. Lalu mataku jadi serapuh lilin yang mudah patah dan meleleh. Aku tahu benar siapa penyebab airmata ini. Kalian yang tiap harinya pernah membuatku merasa aku adalah manusia paling bahagia di dunia. Kalian yang tiap waktu mencuri banyak rasa dalam hati. Kalian yang….. ah, jadi sesulit ini membicarakannya. Tapi, entah mengapa aku merasa tak perlu menyalahkan siapa-siapa. Adakah yang perlu dipermasalahkan lagi? Sang Waktu telah memberi kode untuk kita agar siap, hanya saja mungkin tak satupun dari kita mengubrisnya. Dan kesadaran datang ketika hati pilih menjauh. Lantas, adakah yang perlu disesali? Mestinya tidak. Tapi, lagi. Airmata adalah satu-satunya teriakan paling jelas tanpa perlu membuat polusi bagi telinga. Dan diam adalah satu-satunya ratapan paling tepat. Tak ada lagi yang perlu dijelaskan. Tak ada yang perlu dipertanyakan. Kita semua sama-sama tahu bahwa menunggu adalah satu-satunya jalan paling baik untuk mencari kesembuhan.

Hidup adalah roda.

Kalimat itu lagi.

Dan orang yang pandai bersyukur adalah yang paling bahagia.

Lagi.

Senyum yang didominasi kepalsuan ini telah menguak. Tapi aku tahu, kalian mencoba tak peduli. Hahaha. Seindah ini rasa sakit hati karena manusia-manusia macam kalian pilih pergi—semoga sejenak. Pilih menjauh—semoga cepat pulang.

Maaf, semua huruf yang tersusun jadi kata, dan kata yang mau ambil bagian dalam kalimat ini mengalir begitu deras. Terlampau deras hingga jemari mulai kaku untuk mewujudkannya. Ah sudahlah, aku tak peduli. Aku hanya merasa perlu menghadap monitor dan membiarkan semua ini tercipta. Sungguh aku minta maaf karena aku sedang tak mampu menulis dengan baik. Aku benar-benar lelah.

Tapi,

Aku masih disini ketika kalian,

Butuh.

Jalan.

Kembali.

Pulang.



Semoga. Benar. Benar. Pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar