Rabu, 03 April 2013

Lebih Baik Kamu Diam



–Cinta sejati datang dari hati, bukan kebiasaan, apalagi perjodohan.

Aku masih ingat benar saat kamu bilang manusia itu menyukaiku. Masih tersimpan benar dalam otakku respon pertama yang muncul di hati: tidak percaya. Kamu pasti sudah tahu alasannya. Kejadian sekitar setahun lalu pasti belum hilang benar dari otakmu, apalagi otakku. Aku masih mencatat dalam hati kalau kamu manusia yang tidak sepenuhnya bisa dipercaya. Dengan catatan kecil itu sudah cukup menjelaskan tafsiranku mengenai kepribadianmu.

Ketidakpercayaan itu lambat laun bisa pudar karena aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau manusia itu memang menyukaiku. Namun, fakta yang ada tidaklah cukup membuatku memercayaimu. Aku tetap ragu untuk menceritakan isi hatiku tentang manusia itu, meski aku tahu, jalan terdekat untuk berceloteh adalah kamu.

Aku mulai mencoba bercerita sedikit. Cukup bagian-bagian kecil saja yang kupakai sebagai percobaan. Aku takut, bila aku terlanjur berkata banyak dan kamu tetap tidak bisa dipercaya. Dan ternyata ketakutanku beralasan. Kamu bilang semua yang kuceritakan pada manusia itu, tanpa ada proses memilah dan memilih hal mana yang perlu, dan mana yang tidak.

Hatiku mulai panas. Ingin rasanya aku menamparmu, karena kusadari, menghalangimu secara halus tidak akan berguna. Aku tidak paham jalan pikirmu. Entah kamu memang payah atau aku yang terlalu sensitif. Yang jelas, catatan kecil itu bisa saja abadi di hatiku.

Lebih baik aku mencari manusia lain yang bisa menjadi tempatku bercerita. Aku akan tenang jika kamu diam. Karena kurasa, kamu belum bisa paham.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar