Kita tetap dekat meski sebuah penolakan menjadi jawaban atas
usahamu. Kedekatan kita yang hanya sebatas pada saling menyapa cukup membuatku
bersabar selama lebih kurang dua bulan. Aku berusaha setia menunggu
inisiatifmu, karena masih tercatat jelas dalam otakku mengenai jawabanku kala
itu: kita belum dekat. Belum kenal satu
sama lain. Dari situ, ada maksud tersirat yang ternyata tidak kamu sadari: aku memberimu kesempatan untuk mendekatiku.
Dua bulan aku menunggu, dua bulan
tidak ada pendekatan yang berarti darimu. Aku mulai lelah. Aku mulai resah. Aku
mulai gundah. Aku mulai marah. Aku mulai menyalahkanmu sebagai lelaki tanpa
inisiatif. Aku mulai tidak mau tahu tentang kamu yang bisa dibilang hanya punya
sedikit pengalaman tentang cinta. Aku mulai protes, dan bilang pada beberapa
manusia mengenaimu.
Meski demikian, aku tetap tak
punya keberanian untuk menegurmu. Aku selalu hati-hati tentang hal satu ini. Bukan
apa-apa, aku hanya ingin menjaga hatiku sendiri. Aku wanita. Dan wanita tidak
selalu menjadi manusia yang memulai. Maka aku tetap terdiam di hadapanmu, tetap
berusaha tenang seolah tak ada satu hal buruk pun terjadi, sekalipun hatiku
mulai merah.
Sekali lagi, aku protes pada
seorang manusia. Aku sungguh tidak menyangka, darinya aku mendapat sebuah jawaban
yang menjadi pencarianku selama ini: seorang
lelaki yang sudah menyadari cintanya bertepuk sebelah tangan, cepat atau lambat
dia akan mengundurkan diri dan mencari wanita lain untuk mengobati goresan
lukanya. Aku tersentak. Hatiku serasa disambar petir di siang hari bolong.
Ada sepasang kuku yang terasa benar sedang mencabik-cabik hatiku. Hatiku
berteriak.
Aku seperti sedang berusaha keras
menggapai bintang yang sudah berjarak ratusan tahun cahaya. Adalah mustahil
bintang itu dapat kembali di genggamanku, kecuali Sang Pencipta mengijinkan
mukjizat-Nya terjadi. Lalu, aku takut hal itu benar-benar menjadi kenyataan.
Aku takut kehilanganmu. Aku takut suatu saat nanti kamu akan pergi dan tak
pernah kembali.
Jelas sudah. Bahkan manusia yang
tidak mengenalku bisa menebak perasaan apa yang ada di dalam hatiku. Aku telah
jatuh cinta. Namun kusadari seakan semuanya sudah terlambat. Aku hanya punya
setengah titik harapan. Aku tinggal punya seperempat kesempatan.
Adakah suatu saat nanti kamu
datang?
Adakah suatu saat nanti kedekatan
kita tidak sebatas pada tatapan mata?
Adakah suatu saat nanti percakapan
panjang denganmu benar-benar terwujud?
Adakah?
Aku menunggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar