Selasa, 12 Februari 2013

Skenario Sang Waktu


― Arka (bukan nama asli)

Saya sering menyorotinya sejak awal. Sejak pendaftaran jalur regular di SMP N 7 resmi dibuka. Namanya ada di peringkat nomor satu dengan NEM 27, entah koma berapa. Sewaktu membaca namanya, yang ada di otak saya dia seorang Chinese, alim, dan pikirannya hanya diisi dengan buku, ilmu, belajar (biasanya juga cupu). Namun gambaran itu porak-poranda tatkala sosoknya menjelma. Manusia itu berkulit hitam. Wajahnya berbentuk segitiga terbalik. Matanya menyiratkan kesan galak. Tingginya seperti tinggi rata-rata lelaki SMP. Manis, bila dilihat dari kacamata saya.

Satu hal yang tidak bisa dipungkiri, saya telah menyukainya pada pandangan pertama. Suka, bukan cinta. Tapi rasa itu saya simpan dalam hati tanpa ada satu orang pun yang tahu. Bahkan sahabat saya juga tidak. Hari-hari pertama sebagai anak SMP berjalan dan saya tetap saja diam mengenai satu hal ini. Dia tidak ada dalam daftar lelaki yang dekat dengan saya sampai awal kelas sembilan.

Perasaan yang saya pendam sekitar dua tahun itu makin lama makin pudar. Namun entah mengapa, Sang Waktu menyalakan perasaan yang redup itu. Setelah putus dengan Malaikat Hujan dan ditikam oleh Playboy Arjuna―Pangeran PHP, anak kelas sebelah bilang kalau Arka (sekali lagi ini bukan nama asli) menyukai saya. Teman saya menambahkan, dia suka saya sejak kelas tujuh. Hati saya menolak waktu itu. Saya tidak percaya. Karena luka tentang PHP tak kunjung sembuh dan saya juga belum bisa move on dari Malaikat Hujan.

Sang Waktu ternyata sabar juga. Ia membiarkan saya sejenak mengeraskan hati, membutakan mata dan menulikan telinga tentang hal ini. Sampai akhirnya dalam suatu keheningan Ia menyadarkan saya, berusaha membujuk saya untuk mengingat perasaan yang terkubur itu. Menuntun tangan saya untuk menyentuh kenangan. Memberi jalan saya untuk meraba-raba hati.

Akhirnya skenario manis ini memecah sebuah kisah lagi. Memberi suatu kejutan kembali. Perasaan terpendam, putus cinta, disakiti PHP, dan kisah awal yang menyembul. Entah apa jadinya nanti, saya tidak tahu. Dan saya juga tidak akan memaksa Sang Waktu untuk memberi tahu. Yang jelas, sejauh ini saya belum mengambil keputusan yang berarti. Saya masih menjalani hari-hari saya layaknya wanita jomblo yang menikmati kesendirian.

Saya hanya berharap, potongan cerita kali ini berakhir dengan bahagia :”D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar