Kamis, 11 Juli 2013

Kamu Tahu, Aku Ada


Hujan masih mengguyur dengan begitu semangatnya kala kudengar suara ketukan pintu yang kutahu, ada manusia yang tidak sabaran sedang berdiri di baliknya. Dengan malas, aku melangkah menuju ruang tamu. Berusaha menebak-nebak, siapa orang kurang kerjaan yang rela menyakiti tangannya demi terbukanya pintu itu. Satu hembusan napas kesal dan hati sedikit mendongkol, kusentuh gagang pintuku, membukanya. Dan aku melihat sesosok manusia yang cukup membuat jantungku berhenti.

Kamu.

Sedang berdiri tepat di depanku, dengan badan basah kuyup, dan menggigil, kedinginan. Tubuhmu yang biasanya tegak terlihat sedikit lemah. Kutahu, airmata langit dan hembusan angin terus meneruslah yang membuatmu seperti ini. Aku jadi panik. Jadi lupa semua ritual yang biasa kulakukan saat menyambutmu. Bahkan aku sudah tidak bisa berpikir untuk menggores senyum. Buatku saat itu, pasokan energi dan kehangatan jauh lebih penting.

***

                “Darimana kamu?” tanyaku setelah kamu meneguk susu cokelat panas yang kubuatkan.
                “Rumah temen.”
                “Hujan-hujan gini? Ada urusan penting?” alisku berkerut.
                “Nggak sih, main aja. Tadi nggak hujan, tapi waktu aku mau pulang malah hujan.”
                “Kenapa enggak nunggu hujannya berenti?”
               “Karena aku tahu, di sana enggak ada kehangatan. Sama aja kan kalau di dalam dingin, sekalian aja aku pamit terus kerumahmu.” Kamu rapatkan jaket hingga tak bisa ditarik kemana-mana lagi.
                “Dan nggak bawa jas hujan.” Dengusku.
                “Iya, aku tahu. Makanya aku ke sini, aku cari kehangatan.”
Aku masih belum paham dengan maksudmu, “Kehangatan? Nggak ada kehangatan di sini, sayang. Rumah ini sama dengan rumah-rumah yang lainnya. Jadi dingin kalau hujan. Jadi panas kalau kemarau panjang.”
                “Buatku ada.” Mukamu serius.
                “Apa itu?”
Kamu hening sejenak. Menatapku dengan sesuatu yang tidak biasa di bola matamu, membuatku sedikit tidak enak hati.
                “Kamu.”
Aku melongo. Satu kata darimu cukup membuat darahku berdesir dan jantungku berpacu lebih cepat. Kamu merenggut seluruh perbendaharaan kata di otakku lalu membungkam mulutku. Suasana jadi hening. Hanya hujan yang masih setia membasahi bumi dan sesekali gemuruh terdengar di sana-sini.
Aku jadi salah tingkah. Apalagi ketika kutahu kamu tetap diam di sana, masih memegang mug susu cokelat panas itu, dengan pandangan tertuju pada satu titik. Seperti di titik itu kamu sedang melihat sebuah film atau apalah namanya yang membuatmu betah.
                “Kamu jadi diam,” katamu tertahan setelah beberapa menit kita sibuk adu argumentasi dengan pikiran masing-masing.
                “Karena kamu juga diam.” Kataku polos. Kamu tertawa. “Masih dingin?”
Kamu tersenyum. “Baikan, tapi masih kurang.”
Bola mataku berputar-putar, “Aku buatin bubur ya.” Sesegera mungkin aku berdiri dan berbalik. Tapi kusadari, sesuatu menahan tanganku dan ia tidak mau melepaskannya. Aku mengarahkan pandangan padamu, minta penjelasan. “Ada apa?”
Kamu mengumpulkan tenaga sebanyak mungkin lalu berdiri. “Kamu nggak perlu repot-repot...cukup di sini aja..temani aku..” susah payah kamu menyusun kata. Aku masih dalam proses memahami kalimatmu ketika tanganmu mulai menarik tubuhku. Dekat, dekat, hingga tidak berjarak. Aku hanya bisa pasrah ketika lengan kokohmu menenggelamkan aku dalam pelukan. Begitu erat, hingga aku bisa mendengar detak jantungmu.
                “Jangan kemana-mana. Di sini aja, temani aku.” Sekali lagi kamu mengucapkan kalimat itu. Semua rasa seperti masuk ke dalam hatiku, hingga aku tak sanggup berkata-kata. Aku hanya bisa balas memelukmu. Mengalirkan panas dari tubuhku ke tubuhmu. Aku mengerti kini, jenis kehangatan yang mana yang kamu perlukan. Aku tahu, hari ini, kamu sudah mengambil keputusan yang tepat: mencariku. Karena aku yakin kamu paham, aku ada.


Maka, carilah aku, ketika kamu butuh teman.
Carilah aku, ketika kamu butuh kehangatan.
Carilah aku, ketika kamu butuh pasokan semangat.
Carilah aku, ketika kamu ingin berbagi kesedihan.
Carilah aku, carilah aku, ketika tidak ada yang mau peduli denganmu.
Karena aku yakin, kamu paham, aku ada.
Aku akan selalu ada di sini,
Menunggumu,
Menjagamu,
Bersamamu.
Dan, ketika sudah tiba saatnya,
Dimana kamu harus pergi,
Karena ada manusia yang lebih bisa membahagiakan kamu,
Aku akan siap untuk kamu tinggalkan.
Aku akan siap untuk kamu abaikan.
Aku akan siap untuk kamu lupakan.
Namun, jika satu waktu kamu ignin kembali,
Aku akan tetap diam di sini.
Selalu ada.
Untuk kamu.


11 Juli 2013, 10.31 PM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar